Penulis: Kajar Djati
Gaung kebesaran nama Gajah Mada masih terasa hingga kini. Patih Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa nya ini dinilai berperan penting dalam mempersatukan wilayah Nusantara.
Namun, sosok Gajah Mada sendiri ternyata diliputi kabut dan tidak ada kisah lengkap tentangnya. Sejarah kelahirannya, siapa orang tuanya pun masih menjadi semacam misteri. Banyak versi tentangnya.
Nah, berikut beberapa versi kisah kelahiran dan kematian Gajah Mada yang salah satunya diulas dengan cukup detail oleh Heru Purwanto (2023) dalam bukunya berjudul ‘Pararaton Biografi Para Raja Singhasari – Majapahit’, terutama halaman 398-401.
Versi Pararaton dan Nagarakrtagama
Nagarakrtagama dan Pararaton sama-sama mengisahkan Gajah Mada mulai menjadi patih Majapahit setelah penaklukan Sadeng tahun 1331.
Namun, hanya Pararaton yang mengisahkan awal kemunculannya. Sedang Nagarakrtagama tidak. Menurut Pararaton, Gajah Mada muncul pertama kali sebagai bekel bhayangkara (komandan pengawal raja) yang menumpas pemberontakan Ra Kuti tahun 1319.
Memang agak aneh ketika Gajah Mada sebagai tokoh besar, tapi tidak diketahui asal usulnya. Atau boleh jadi, ada unsur kesengajaan untuk mengaburkan asal usul Gajah Mada.
Versi Naskah Usana Jawa
Sebuah naskah Usana Jawa mengisahkan Gajah Mada lahir di Bali sebagai penjelmaan Sang Hyang Narayana (Wisnu) yang memancar dari buah kelapa.
Naskah Usana Jawa sendiri merupakan kitab yang ditulis di atas daun lontar, berisi cerita penyerangan Majapahit ke Bali. Kitab ini ditulis berdasarkan tradisi Bali pasca keruntuhan Majapahit.
Versi Babad Gajah Mada
Namun, Babad Gajah Mada memberi gambaran berbeda. Disebutkan bahwa Mada lahir di Jawa Timur pada 1299. Dikisahkan ada pendeta bernama Mpu Suryo Dharmayogi menikah dengan Patni Nari Ratih. Perempuan ini merupakan pemberian dari guru dari pendeta bernama Mpu Raga Gunting. Pasangan ini tinggal di pertapaan Lemah Tulis.
Saat Mpu Suryo Dharmayogi bertapa di sebuah lembah, sesekali sang istri Patni Nari Ratih datang menjenguknya. Namun, di suatu hari kendi yang dibawanya pecah, sehingga Mpu Suro pun pergi ke sungai mengambil air.
Pada saat itu datang Batara Brahma yang jatuh cinta setelah melihat Nari Ratih. Ia menyamar menjadi Mpu Suro dan mengajak Nari Ratih bersenggama. Nari Ratih pun menolak karena mengetahui jika laki-laki yang dihadapannya bukan suaminya, yakni dewa yang menyamar dalam rupa suaminya. Sang dewa pun marah dan memperkosanya hingga hamil.
Nari Ratih pun kemudian menceritakan apa yang dialaminya. Sang pertapa Mpu Suro menjadi marah. Namun ia sadar bahwa istrinya tak bersalah. Lantaran takut dengan dewa, maka pasangan suami istri ini pun berpindah dan menetap di Desa Mada dekat Gunung Semeru. Di Desa inilah lahir bayi yang diberi nama Mada. Sedang Mpu Suro dan Nari Ratih pergi bertapa di Gunung PLambang.
Mada diasuh oleh kepala desa Mada. Saar Patih Majapahit datang ke Mada, ia kagum melihat Mada kecil. Lalu dibawanya bocah itu ke ibu kota Majapahit dan kemudian dinikahkan dengan putrinya Ken Bebed. Dan di kemudian hari ketika Patih tersebut meninggal, jabatan diteruskan ke Mada.
Versi Sejarawan Agus A Munandar
Versi lain lagi, dikemukakan oleh Agus A Munandar. Sejarawan ini berpendapat Gajah Mada adalah anak dari Gajah Pagon. Saat perang dengan Daha, Gajah Pagon terluka dan dititipkan ke Buyut Pandakan bernama Macan Kuping. Gajah Pagon sendiri disinyalir putra dari Raja Kertanegara pendiri Singasari yang lahir dari selir. Gajah Pagon kemudian menikah dengan anak dari Macan Kuping dan lahirlah Gajah Mada. Hal ini berkaitan dengan langkah Gajah Mada di kemudian hari, tahun 1351 mendirikan bangunan caitya atau semacam candi untuk Raja Krtanegara dan para pendeta yang gugur dalam peperangan melawan Jayakatwang tahun 1292. Karena Gajah Mada adalah cucu dari Kertanegara.
Versi Cerita Tutur Desa Modo Lamongan
Cerita lain, yakni cerita tutur warga Desa Modo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan. Di desa tersebut konon tempat lahirnya Gajah Mada. Di desa ini ada punden yang konon tempat bermain Gajah Mada waktu kecil. Dan di Desa Sendangrejo, KEcamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, terdapat situs makam Dewi Andongsari putri Kiai Gede Sidawayah. Dewi Andongsari dipercaya sebagai selir Raden Wijaya yang melahirkan Gajah Mada.
Dan ini berkaitan dengan kisah Gajah Mada yang menyelamatkan Raja Jayanegara ke Badander, Desa Sumbergondang, Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Awalnya, rombongan penyelamatan ini akan ke Desa Modo Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, namun berhenti di Badander.
Lalu, bagaimana dan kapan Gajah Mada meninggal? Pararaton menyebut Gajah Mada meninggal pada tahun 1368 karena sakit. Sedang Nagarakrtagama menyebut kejadian itu tahun 1363. Yakni saat Sri Hayam Wuruk mengunjungi Candi Simping tempat pendarmaan Sri Kertarajasa pendiri Majapahit, dapat kabar bahwa Gajah Mada sedang sakit. Tahun berikutnya diberitakan Gajah Mada meninggal.