Abdul Syukur cukup sibuk. Petani berusia 56 tahun itu nyemplung di sawah, mengambil tanaman padi yang mati, lantas dibawa ke pinggiran sawah. Hanya sebentar saja, tampak beberapa tumpuk tanaman padi di galengan sawah. Ia mengeluh, tanaman padi banyak mati diserang hama tikus.“Akhir-akhir ini serangan tikus banyak,” tuturnya.
Akhir Agustus 2024 sudah masuk musim kemarau panjang. Tapi, bagi Abdul Syukur, dan para petani Desa Ngraho Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro, sawah tetap ditanami padi, karena pasokan air cukup banyak melalui irigasi dari Bengawan Solo.
Pagi itu, Abdul Syukur membersihkan badannya di aliran irigasi yang biasa disebut pero, kemudian duduk di tepi sawah.
Menurut dia, lahan sawah yang digarap sekitar 3.500 meter persegi. Abdul menjelaskan pertanian di Desa Ngraho terdapat tiga siklus penanaman, padi-padi- palawija. Ketiganya menggunakan sistem tanam serentak atau rombongan semua petani. Penanaman padi dilakukan pada musim kemarau dan penghujan.
“Ketika musim kemarau, hasil padi bisa maksimal daripada musim penghujan. Karena tidak banyak serangan hama,” kata Abdul.
Ia menambahkan pada musim kemarau bisa panen padi sebanyak rata-rata 1 kg per meter persegi. Jika dihitung dengan luas lahannya, maka ia memperoleh sekitar 3,5 ton padi. Sedangkan pada musim penghujan hanya bisa panen sekitar 6-8 ons per meter persegi. Pada musim penghujan selain hama penyakit yang banyak, kekurangan tenaga kerja menjadi penyebab.
“Ketika musim tanam, untuk mencari tenaga kerja susah. Tukang tandur tidak ada generasinya,” jelasnya.
Abdul menunjukkan padinya yang sekarang berusia sekitar 50 hari. Ia menceritakan, proses menanam padi yang cukup panjang. Dimulai dari pembajakan sawah yang kemudian ditanami, hingga pemupukan dan penyemprotan padi sebagai perawatannya. Pemupukan dilakukan dua kali, pertama ketika padi usia 15 hari dan kedua usia 25-30 hari. Sedangkan penyemprotan untuk menjaga padi dari serangan penyakit, ketika pada musim penghujan penyemprotan digunakan sebagai pemberantas penyakit.
Soal mencabuti padi yang mati, Abdul menjelaskan bahwa itu merupakan salah satu cara yang telah dilakukan untuk merawat padi. Ia juga menjelaskan, sudah mencoba berbagai cara melawan hama tikus. Salah satunya, untuk mengurangi serangan tikus dengan dikoyak leng-lengan atau lubangan tikus di sekitar lahan sawah. Kemudian di luar lubangan itu sudah dipasang jebakan.
Cara tersebut dianggap Abdul paling efektif daripada beberapa cara lainnya yang pernah dia lakukan. Semisal memberi tikus umpan beras yang telah diberi obat. Cara itu untuk pertama saja berhasil, tapi di hari-hari berikutnya tikus seperti sudah hafal bahwa berasnya ada obat sehingga masih banyak tikus yang menyerang padi.
Cara lain melawan tikus dengan cara penyemprotan atau pemberian obat tikus. Namun cara itu hanya membuat tikus berpindah ke lahan sawah lainnya. “Kasihan sawah yang ada di sebelahnya,” jelasnya.
Ada juga cara membasmi tikus dengan memberi pagar plastik di pinggiran sawah. Dan cara paling membahayakan dengan menyetrum tikus. Cara menyetrum dengan aliran listrik ini dilarang karena dapat membahayakan diri sendiri.
Selama perawatan padi, Abdul setiap hari berkunjung ke sawah. Meskipun tidak ada pekerjaan, dia memastikan tanaman padinya dalam keadaan baik. Abdul menjelaskan, tanaman padi bisa dipanen ketika berusia tiga bulan.
Para petani di Desa Ngraho, menggunakan sistem serempak pada musim panen, sama halnya ketika musim tanam. Pekerjaan dapat selesai sekitar seminggu. Para petani menjual hasil panen kepada tengkulak. “Tengkulak berasal dari Desa Ngraho sendiri. Padi yang biasa dijual merupakan padi kering sawah,” jelas Abdul.
Dengan mengenakan kaos warna merah yang masih basah ia melanjutkan ceritanya. Menurut Abdul, biaya panen tinggi, sedangkan harga padi tidak pasti. Harga padi yang menurut Abdul paling tinggi kisaran Rp 5.000 per kilogram. Sedangkan paling rendah pernah diharga Rp 2.000 per kilogram. Selain itu, sulitnya mencari tenaga kerja di sawah menjadikan biaya jasa tenaga tinggi.
“Pemerintah memberi solusi, mesin untuk penanam padi, tapi tidak cocok untuk tanah di Desa Ngraho yang berlumpur terlalu dalam. Mesin tidak dapat berjalan,” cerita Abdul.
Dia menambahkan bahwa pupuk yang digunakan merupakan pupuk yang harganya sudah subsidi pemerintah. Selain itu pernah mendapat bantuan benih padi dari pemerintah, namun sifatnya membantu tidak memenuhi kebutuhan. Para petani harus berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Mengolah pikiran untuk menghasilkan hasil panen yang baik. Abdul, menyatakan kelegaannya dengan adanya kelompok tani di desanya.
“Ada sekolah lapang, pembelajarannya dengan menggunakan salah satu lahan pertanian yang telah ditanami sebagai contoh. Dulu itu pernah penanaman melon. Biasanya sekolah lapang dilakukan di hari Minggu. Sekolah dibuat beregu ada yang ditunjuk sebagai ketua,” tuturnya.