Toko Roti Sari Roso berdiri tahun 1969
***
Saya dan Miko merapat ke Sari Roso sore hari pada pertengahan Juli 2024. Toko roti di Jalan Dr Wahidin 48 Bojonegoro itu masih buka, tapi stok roti tinggal sedikit. Kami pun membeli tiga roti dengan varian rasa berbeda. “Saya menikmati roti Sari Roso sejak usia lima tahun,” kata Miko senang.
Miko adalah satu dari sekian banyak pelanggan setia roti Sari Roso. Sejak kecil, orangtuanya suka membelikannya roti ini. Dan hingga ia dewasa, Sari Roso masih menjadi kue favoritnya. Mendapatkan roti ini, baginya adalah mengobati rindunya pada rasa roti legendaris di Bojonegoro.
Usai membeli roti, kami lantas berbincang dengan Andre Pranata (31), pengelola generasi ketiga toko roti Sari Roso. Alumni Teknik KimiaUniversitas Surabaya (Ubaya), yang merupakan cucu menantu pendiri ini dipercayai untuk mengelola toko roti Sari Roso yang legendaris ini.
Toko roti Sari Roso berdiri tahun 1969. Perintisnya adalah Mariyatin. Saat buka pertama, toko terletak di Jalan Diponegoro yang sekarang menjadi panti asuhan Katolik. Lalu pindah di Jalan Dr Wahidin hingga sekarang. “Oma Mariyatin memang sangat pintar dalam memasak, apalagi membuat roti,” cerita Andre.
Di keluarga besarnya, Mariyatin memang sangat gemar memasak. Masakannya terkenal enak. Hanya saja, ia hanya memasak untuk keluarga saja. Toko roti Sari Roso sendiri buah dari hobinya memasak. Meski awalnya, Mariyatinenggan untuk membuka toko roti. Berkat dukungan dan dorongan dari keluarga, akhirnya ia mencoba praktik membuat roti. Mulai dari situlah dibuka toko roti Sari Roso hingga sekarang.
Pada tahun 1990, pengelolaan toko roti dilanjutkan oleh anaknya, Harijanto Prajitno. Dan seiring waktu, bisnis kuliner dilanjutkan oleh Andre Pranata, menantu dari Harijanto Prajitno. Andre menikah dengan Melisa, anak dari Harijanto Prajitno.
Andre menjelaskan, meski telah berpindah pengelolanya ke generasi ketiga, toko roti Sari Roso ini masih sama dan tidak mengalami perubahan. Terutamasoal cita rasanya yang khas.
“Dulu hanya ada roti yang berukuran besar, seperti roti manis dan roti tawar. Namun seiring berjalannya waktu kami berinovasi untuk membuat produk-produk baru,” terang Andre.
Pada awal buka, Sari Roso hanya menjual beberapa varian yaitu roti manis dan roti tawar. Namun kini telah memiliki kurang lebih 80 varian rasa, serta berkembang bisnis kuliner kue kering. Dan roti pisang masih menjadi pemenang di hati para pelanggan.
Dengan banyaknya toko roti di Bojonegoro, membuat Sari Roso terus berinovasi, salah satunya dengan cara mengamati selera konsumen. Sari Roso mencoba mengikuti tren dengan membuat roti kekinian. Cobroloni misalnya, dibuat dengan beraneka ragam rasa. Harga mulai Rp 7.500/pcs hingga Rp 13.000/pcs. “Saya selalu mengamati selera konsumen di era sekarang, sehingga saya terdorong untuk membuat produk (combroloni) yang satu ini,” jelasAndre.
Hadirnya brand-brand baru roti di Bojonegoro menjadi salah satu tantangan bagi Sari Roso. Hal itu menjadi perhatian utama Andre dalam mengelola Sari Roso. Diakuinya, hingga kini pihaknya masih sulit untuk menjaring pelanggan baru.
“Kebanyakan pelanggan kami adalah pelanggan lama yang sudah tahu Sari Roso sejak awal. Pelanggan kami biasanya adalah anak dari pelanggan kami yang dulu,” tuturnya.
Jadi, pelanggan Sari Roso ternyata juga sudah dua generasi. Jika dulu anak sering diajak oleh orang tuanya membeli roti di Sari Roso, mereka kini Ketika dewasa menjadi pelanggan.
Untuk mengembangkan konsumen, Sari Roso mulai memasarkan produknya melalui media sosial, seperti Instagram, Facebook, dan TikTok.
“Dengan media sosial bisa membantu kami dalam menjaring pelanggan baru, orang yang sebelumnya belum tahu Sari Roso, dengan adanya sosmed jadi tahu dan tertarik untuk beli roti,” ungkap Andre. Bahkan, toko roti Sari Roso juga mempunyai salah satu penjual yang berkeliling menggunakan sepeda onthel.
Ada yang membuat Sari Roso selalu disukai pelanggan. Yakni cita rasa yang tidak berubah dari awal hingga sekarang. Karena produksi roti di Sari Roso menggunakan resep turun temurun. Saat membuat adonan dilakukan oleh keluarga sendiri, meski telah ada karyawan. Hal itu untuk menjaga kualitas rasa roti. Walaupun banyak terjadi perubahan harga pada bahan pokoknya,konsistensi toko roti Sari Roso dalam mempertahankan cita rasa yang khas patut dacungi jempol. Apalagi, saat ini banyak juga pelanggan dari luar kota.
“Ada beberapa pelanggan kami dari Gresik, Surabaya dan kota lainnya yang rela ke Bojonegoro hanya untuk beli roti kami,” jelas Andre.
Memang roti sari roso ini memiliki cita rasa yang khas hingga berhasil memikat lidah pelanggan yang tidak hanya di Bojonegoro namun dari luar kota Bojonegoro juga. Mencicipi roti Sari Roso tak sekedar menikmati rasanya, tapi juga membawa kenangan. [nf]