Sawah menghampar. Hijau padi yang baru ditanam menyatu dengan semilir angin sedikit mengusir panas matahari di awal Agustus 2024. Di tengah suasana tenang nan asri, tak jauh dari sawah, Miftahul Huda (29) sibuk merawat jamur tiram.
‘Kebun’ tempat budidaya jamur tiram tak jauh dari rumah Huda, di RT10 RW 02 Desa Ngraho Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro. Di depan rumah, tampak serbuk gergaji kayu menggunung dan pohon bambu ditumpuk di halaman samping rumah.
Sambil menunggu, saya duduk sebentar di depan teras. Rimbun pohon bambu menambah kesejukan rumah itu. Huda, begitu ia biasa disapa, mengenakan kaos abu-abu dan celana pendek hitam.
“Bagaimana awal merintis budi daya jamur tiram?” saya memulai pertanyaan.
Huda menceritakan, ketertarikannya pada budi daya jamur tiram, berawal dari pelatihan yang dilakukan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kapas Bojonegoro pada Juli 2016. Selain itu, ia juga melihat belum ada budidaya jamur tiram di Desa Ngraho.
Melalui pelatihan ini Huda bercerita mendapat kenalan asal Desa Begadon, Kecamatan Gayam, yang sudah melakukan budi daya jamur tiram. Dari situ dia belajar dan tanya-tanya bagaimana perawatan jamur tiram, hingga bahan apa saja yang diperlukan.
Semangatnya untuk belajar budi daya jamur tiram, membawa keberhasilan. Sedikit-sedikit dia membeli bahan-bahan dan bibit jamur tiram yang waktu itu dibeli dari Kecamatan Padangan. Huda pun mulai bisa panen, dan dijual keliling desa Ngraho hingga desa tetangga.
“Setelah panen, bingung bagaimana pemasarannya. Akhirnya saya bungkus per plastik dan menjualnya keliling. Alhamdulillah, masyarakat banyak yang menerima,” tutur Huda.
Seiring berjalan waktu, Huda berinisiatif mengembangkan budi daya jamur tiramnya dengan memproduksi bibit sendiri. Dia belajar cara -cara pembuatan bibit dan perawatannya serta mengikuti komunitas-komunitas di media sosial. Dengan mengikuti komunitas di Facebook dia mendapat kenalan sesama pembudidaya jamur tiram danmemproduksi bibit jamur tiram. Huda pun mulai membuat bibit sendiri.
“Awal coba 100 bibit jamur dan Alhamdulillah berhasil 99%. Dari situ memproduksi, tapi belum stabil. Produksi kloter pertama sekitar 500 bibit,“ jelasnya.
Bibit jamur kini sudah bisa dia produksi sendiri, namun ada tantangan baru. Masyarakat desa mulai bosan dengan jamur. Tapi, Huda tidak patah semangat. Ia pun ikut beberapa program baru yang diadakanoleh sejumlah LSM sebagai pengelola program CSR dari EMCL. Dari situ dia mendapat pelanggan walaupun produksi jamur belum maksimal.Tapi, tantangan muncul lagi.
“Namanya belajar pasti ada jatuh bangunnya. Satu tahun dari awal merintis, setelah mendapat pelanggan, produksi jamur banyak yang gagal. Ada kegagalan lumayan banyak saat itu,” ungkapnya.
Kegagalan yang Huda alamai tidak membuatnya patah semangat dan tetap bertahan. Dia mencoba mempelajari penyebab kegagalan. Setelah berbulan-bulan, produksi jamur tiramnya mulai normal. Jamur tiram yang awalnya dijual keliling, kini juga dipasarkan langsung ke pengepul. Selama tiga bulan Huda bisa empat kali panen jamur. Jamur dijual rata-rata Rp 17.000 perkilogram. “Per 1.000 baglog rata-rata panen 2-4 kg perhari,” jelasnya.
Kendala yang Huda alami selama merintis budi daya jamur tiram yakni dari modal besar untuk pembuatan kandang, bahan baku, dan perawatan serta ilmu yang cukup. Dengan tawa khas-nya dia melanjutkan cerita. “Dulu bahkan tidak ada modal, saya memulai dengan sedikit-sedikit hingga berkembang,” ceritanya.
Kandang jamur tiram miliknya, berada tidak begitu jauh dari rumah Huda, sekitar lima menit perjalanan. Posisi kandang yang berada di pekarangan belakang permukiman terasa sejuk dikelilingi pohon jati. Ketika saya masuk dalam kandang, keadaan tampak sedikit gelap dengan warna kebiruan sebab penutup kandang yang berwarna biru. Tumpukan baglog tersusun rapi.
Baglog merupakan media tanam tempat meletakkan bibit jamur tiram. Bahan utamanya serbuk gergaji, karena jamur tiram termasuk jamur kayu. Baglog dibungkus plastik berbentuk silinder, di mana salah satu ujungnya diberi lubang. Kandang Huda sekarang terisi sekitar 4.000 baglog. Saat itu, bertepatan dengan jamur telah panen raya sehingga hampir tidak terlihat jamur tumbuh.
Apakah ada perawatan khusus? Huda menjelaskan jamur tiram perlu disiram setiap hari. Dua kali setiap siang dan sore ketika musim kemarau. “Ketika masih muda, jangan pernah menyerah, tetaplah berproses. Karena hakekat kesuksesan adalah suka proses dan konsisten. “ pungkasnya diakhir obrolan kami.[nf]