Penulis: Kajar Alit Djati
“Panas sekali siang ini,” keluh Kang Min. Es kelapa muda sasetan diminumnya sekali teguk. Tapi, tetap saja, siang terasa sangat panas. Ditengoknya layar ponsel: 36 derajat. “Gila!” omelnya lagi.
“Piye kabare kang?” sapa Kang Sup, penjual mi instan keliling yang baru saja duduk, bergabung dengan Kang Min dan tiga pembeli lainnya. Warkop Rakjat yang berdiri tegak di atas trotoar ini pun makin ramai (bukan trotoar banget sih, tapi agak menepi karena sudah beberapa kali ditegur Satpol, hehe).
“Sae kang. Tapi panas siang ini kebangetan,” jawab Kang Min.
“Disyukuri saja kang. Yu! kopi pahit ya,” kata Kang Sup sambil memungut tempe goreng yang sudah adem.
“Bersyukur sih bersyukur Kang. Tapi MasyaAllah panasnya hari ini. Apa benar neraka bocor ya?”
“Kowe enggak usah aneh-aneh Kang. Masak ada neraka bocor.”
“Lha mbuh aku menirukan yang di hape itu”
“Kowe tadi kok kayak e dicari Mbah Sim, ada apa?”
“Oalah pasti ada lagi”
“Apanya yang ada lagi?”
“Itu kang. Di masjid kan ada tiga WC”
“Lha terus kenapa dengan WC nya?”
“Mbah Sim itu orangnya jijikan. Seperti orang priyayi. Jika ada gitu, pasti teriak-teriak nyari saya. Biasa!”
“Jijikan gimana?”
“Gini kang. Orang ke masjid kan punya tujuan macam-macam. Ada yang mau ibadah, ada yang mampir kencing, ada yang mampir kencing dan berak, ada yang mampir untuk ngadem. Nah, aku enggak tahu, akhir-akhir ini banyak orang berak dan enggak bersih nyiramnya. Jadi kuning-kuningnya itu masih ada di WC”
“Terus hubungannya apa denganmu?”
“Sik ta. Mbah Sim kui kan priyayi. Enggak bisa nyiram-nyiram gitu. Bisa muntah dia. Makanya, aku dicarinya. Aku yang diminta nyiram dan membersihkan WC yang kuning-kuning itu.”
“Wah kowe tibak e wong spesial.”
“Spesial piye?”
“Spesial membersihkan ta….”
“Oh ndasmu!”
“Ya enggak papa Kang. Kui ganjarane besar lho. Membawa berkah.”
“Tapi jan-jane memang aku ki pawakan bersihkan yang kotor-kotor kok. Mbuh ya. Cetakanku mungkin ya begitu itu. Wong sering pas di terminal, aku masuk ke toilet umum. Lha dalah WC e bek kuning. Aku ngempet pipis, kusiram sik. Pas pernah di stasiun ya gitu, pas keluar kota terus mampir langgar pengen pipis ya WC bek kuning-kuning iku. Mbuh-mbuh kok awak pawakan resik-resik WC.”
“Ora kang. Kuwi ngunu kowe memang orang terpilih. Wes to, percoyo aku. Rejekimu bakal lancar.”
“Ki aku kudu ngomong amin enggak?”
“Kudu nu. Ben orang terpilih itu bukan beralih ke aku”
“Oh ndasmu kui!”