Penulis: Kajar Alit Djati
Kerupuk Klenteng adalah makanan khas Bojonegoro yang terkenal dengan cita rasa istimewanya. Kerupuk ini sering disebut juga sebagai Kerupuk Bangjo, karena warnanya yang merah dan hijau. Walau terdapat berbagai jenis kerupuk di seluruh Indonesia, Kerupuk Klenteng memiliki karakteristiknya sendiri.
Berbeda dengan kerupuk biasa, Klenteng lebih tebal dan padat karena tidak menggunakan bahan pemekar saat digoreng. Selain itu, Klenteng tidak memakai bahan pemutih, jadi warnanya tidak terlalu putih. Rasanya gurih dan tidak mudah melempem. Ada yang mengatakan, semakin padat kerupuk, semakin gurih rasanya.
Kerupuk Klenteng ini adalah warisan kuliner legendaris yang sudah ada sejak tahun 1929. Dinamakan Klenteng karena lokasinya berdekatan dengan Klenteng Hok Swie Bio di Jalan Jaksa Agung Suprapto.
Sejarah Kerupuk Klenteng: Warisan Perjuangan dan Keuletan
Pada awalnya, Tan Tjian Liem dan Oei Hay Nio adalah pasangan suami-istri penduduk asli, bukan imigran dari Tiongkok. Mereka datang ke Bojonegoro untuk berwiraswasta dan memulai perniagaan dengan membuka pabrik kerupuk. Tan Tjian Liem berasal dari Tuban dan Oei Hay Nio dari Lamongan.
Setelah menikah, mereka memutuskan tinggal di Bojonegoro yang pada masa itu merupakan kota kecil dan miskin. Rumah mereka terletak di sebelah timur klenteng, tempat yang sampai sekarang dijadikan “markas besar” Kerupuk Klenteng Rasa Asli. Awalnya, mereka membuka toko yang menjual berbagai kebutuhan rumah tangga di sekitar Pasar Bojonegoro. Namun, karena kondisi ekonomi yang sulit, mereka memutuskan beralih ke usaha kerupuk.
Tan Tjian Liem belajar membuat kerupuk di Sidoarjo bersama dua rekannya sebelum memulai usaha sendiri di Bojonegoro pada tahun 1929. Awalnya, kerupuk yang mereka jual hanya diberi warna merah dan hijau, selain putih. Meskipun belum memiliki merek resmi, mereka mulai dikenal sebagai produsen kerupuk di sekitar Klenteng Hok Swie Bio. Dari situlah muncul nama “Kerupuk Klenteng.”
Pada awalnya, kerupuk dijual dengan cara dimasukkan dalam kaleng besar yang dipasang di sepeda. Ada juga reseller kecil yang menjual dengan cara mengantung kerupuk menggunakan tali pandan atau tali batang pisang. Walaupun tidak menggunakan bungkus khusus, daya tahan kerupuk Klenteng cukup lama sehingga tidak mudah melempem.
Seiring berjalannya waktu, kerupuk Klenteng semakin populer dan permintaannya pun meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, Tan Tjian Liem bahkan harus membeli kerupuk dari Surabaya karena kualitasnya diakui. Meskipun peralatan produksi masih sederhana, seperti wajan tembaga, guci untuk garam, dan alat pres tenaga manusia, kerupuk Klenteng tetap mempertahankan kualitasnya. Meski pada masa penjajahan Belanda, pabrik kerupuk ini tidak mendapat banyak perhatian dari pemerintah karena Bojonegoro masih dianggap sebagai kota kecil dengan pendapatan yang terbatas.
Alamat Lengkap:
Jl. Jaksa Agung Suprapto 132 (Timur Klenteng), Bojonegoro, Indonesia, East Java
(0353) 881414