Alkisah, Ra Kuti pada tahun 1241 Saka atau 1319 Masehi memberontak Majapahit. Raja Majapahit Jayanegara diungsikan dengan 15 pengawal ke Bedander. Pengawalan dipimpin seorang Bekel bernama Gajah Mada.
Lalu, di mana Bedander itu? Setidaknya ada dua pendapat terkait di mana letak sebenarnya Bedander sebagaimana disebut dalam Pararaton karangan Mpu Prapanca. Pertama, Bedander berada di Dusun Bedander Desa Sumbergondang Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Kedua, Bedander disebut berada di Desa Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro. Sejumlah sejarawan berbeda pendapat soal ini.
Agus Sunyoto, seorang periset sejarah penulis buku ‘Atlas Walisanga’ berpendapat Bedander berada di Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang. Ini lebih cocok jika dibanding Bedander berada Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonogoro. Beberapa data pendukung diantaranya peninggalan struktur batu-bata kuno di desa Sumbergondang.
Apalagi, di Jombang ada makam Nyai Andongsari di utara Desa Bedander. Nyai Andongsari konon ibu dari Gajah Mada. “Lokasinya ada di Dusun Cancing Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan,” ungkap Agus Sunyoto dikutip dari Radar Kediri edisi 12 September 2019.
Pendapat Agus Sunyoto ini juga hampir sama dengan pendapat Titi Surti Nastiti, seorang sejarawan dari Pusat Arkeologi Nasional. Dalam tulisan ilmiahnya berjudul Prasasti Kusambyan: Identifikasi Lokasi Madander dan Kusambyan’ menjelaskan Desa Sumbergondang menunjukkan adanya beberapa lokasi yang mengandung
tinggalan arkeologis. Di sana ditemukan bata-bata kuna yang sudah tidak utuh lagi dan sebaran pecahan keramik yang berasal dari masa Dinasti Song (abad ke-10-13 M.)
Menurut Titi Surti Nastiti, Bedander sebagaimana teks Pararaton berada di Jombang, dan bukan di Bojonegoro.
Sementara itu, pendapat berbeda dikemukakan Guru Besar Arkeologi Indonesia Agus Aris Munandar. Ia menjelaskan bahwa sumber tertulis utama yang digunakan adalah uraian Kitab Pararaton dan Kakawin Negarakertagama dan prasasti Adan-adan serta prasasti Tuhanyaru. Dua prasasti tersebut menjadi sumber penting dalam penelitian, penemuan prasasti Adan-adan di Kec. Kalitidu adalah bukti adanya aktifitas kerajaan Majapahit pada masa itu..
Agus menambahkan bahwa Pengasingan oleh Raja Majapahit terhitung singkat, sehingga tidak ditemukan peninggalan arkeologis secara langsung. Namun letak Kayangan Api atau Api Abadi di Kec. Ngasem juga bisa digunakan sebagai penguat dalam kajian lokasi.
Menurut Aris Munandar, Badander sama dengan Desa Dander di Kabupaten Bojonegoro. Kesimpulan ini tidak diambil secara sembarangan, melainkan telah melakukan perbandingan dan analisis data dari sumber tertulis yang tersedia hingga kini.
Dalam tahun 1323 dikeluarkan prasasti Tuhanyaru (1323 M) oleh Raja Jayanagara, isi prasasti itu masih berkaitan dengan peristiwa pengungsiannya dan sangat mungkin berkenaan dengan Badander atau Dander di Bojonegoro. Di awal abad ke-14 itu pula wilayah yang sekarang disebut dengan Bojonegoro telah dinamakan dengan Matahun. Matahun menjadi negara daerah yang berdekatan dengan Lasem di sebelah baratnya, sepanjang abad ke-14—15 hingga Majapahit runtuh daerah tersebut masih dinamakan Matahun yang berarti ‘daerah yang memiliki kehormatan’ atau ‘daerah yang dihargai’.