Denyut nadi ekonomi Pasar Induk Cepu tak pernah berhenti. Pasar di Jl. Pramuka, Megal, Balun, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini dikenal pusat ekonomi aneka kebutuhan warga.
Pasar ini juga dikenal sebagai tempat dropping dagangan. Sehingga tidak sedikit para pedagang luar Pasar Induk mengambil dagangan dari sini. Uniknya, pasar ini tidak hanya ramai di waktu siang. Namun juga pada malam hingga dini harinya. Praktis, Pasar Induk Cepu buka 24 jam nonstop.
Di malam hari, cahaya lampu pasar berpendar menerangi aktivitas pedagang dan pembeli. Meski malam, keadaan halaman pasar tampak lebih terang karena berhadapan langsung dengan terminal Cepu. Cahaya lampu terminal sampai ke pasar.
Tikah (55) penjual sayur yang berasal dari Sambong Kendilan, Kalirejo, Blora, Jawa Tengah, ketika saya temui, sedang menunggui dagangannya berupa sayuran hijau segar. Serta sayuran lain seperti kacang panjang, tomat, labu, waluh. Semuatertata rapi di depannya.
Ia menempati stand ala kadarnya di pinggiran bangunan pasar. Sesekali ia menata dagangannya.
Tikah bercerita mulai berjualan kira-kira sekitar 30 tahun lebih. Mulai dari bangunan Pasar Induk Cepu yang masih lama hingga sekarang yang bangunan sudah direnovasi. Awalnya dulu ia berdagang di pinggiran jalan. Tikah berangkat ke pasar pukul 22.00-23.30 WIB untuk mengejar para petani yang menjual hasil panennya dan akan dijual kembali olehnya. Dia pulang keesokan harinya sekitar pukul 10.00 WIB.
“Kadang berangkat bareng angkutan. Kadang cepat kadang lambat,” ungkapnya, saat ditemui di pasar, Sabtu ( 28/09/2024).
*****
Jumat (04/10/24) dini hari, pukul 02.00 WIB, keadaan Pasar Induk Cepu tampak ramai. Pinggiran jalan menuju bangunan pasar dipenuhi kendaraan pengunjung dan penjual. Sebagian halaman pasar ditempati para pedagang yang berjajar rapi menawarkan dagangannya. Umumnya pembeli di Pasar Induk Cepu dini hari ini adalah para pedagang sayur keliling. Motor mereka berjajar rapi lengkap dengan keranjang atau bronjong masing-masing yang akan digunakan wadah belanjaan .
Para pedagang kebanyakan menjual sayur sayuran. Atau lauk pauk seperti ikan, tempe, tahu, jajanan pasar, dan kebutuhan dapur lainnya. Para pembeli berlalu lalang membawa belanjaannya. Terlihat tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Beberapa tukang parkir pun ikut andil di tengah aktivitas pasar, menata kendaraan pengunjung dan membantu memasukkan belanjaan pembeli (pedagang sayur keliling) ke dalam keranjang atau bronjong.
Maskanah (50) adalah salah satunya. Ia penjual sayur dari Tambakromo, Cepu, Blora. Dia berangkat ke pasar menggunakan sepeda ontel, dan tiba pukul 02.00 WIB. Sayuran yang dijual adalah hasil panennya sendiri yang dibawa dari rumah. Ia menaruh sayuran di dalam karung. Dagangannya berupa kangkung. Satu ikat kangkung dijual Rp 800 – 1.000. Dia memasarkan dagangannya di halaman pasar bersama teman penjual sayur lainnya. Maskanah biasanya selesai berjualan pukul 06.30 WIB.
Masuk ke dalam bangunan pasar, suasana tidak kalah ramai. Para pedagang menempati tempat-tempat yang sudah disediakan. Tempat menyerupai meja berderet panjang lengkap dengan tempat duduknya. Jarak antara dua deretan meja digunakan jalan para pembeli. Pembeli keluar masuk, berbondong-bondong membawa hasil belanjaan. Sebagian penjual berada di bawah. Beberapa penjual terlihat sibuk menanggapi pembeli, ada juga yang sepi pembeli, mereka berusaha menarik pembeli yang berjalan dengan menawarkan dagangannya.
Beberapa sayuran dijajar rapi. Sayur itu ternyata pesanan dari pembeli. Tinggal diambil oleh pembeli. Selain sayur, jugamacam-macam kebutuhan dapur, buah dan berbagai aneka jajanan tradisional pasar tersedia.
Mbah Sumini penjual getuk singkong, gendar, dan sejenisnya. Usianya cukup tua. Menurut pengakuannya, ia sudah berusia di atas 100 tahun. Ia masih dengan telaten dan cekatan menanggapi para pembeli dan pelanggannya. Mbah Sumini berasal dari Bajo, Kedungtuban, Blora.
Mbah Sumini bercerita, ke pasar diantar anaknya dan menumpang bus ketika pulang. Dia tiba di pasar pukul 02.00 WIB, menjual getuk kepada para pelanggannya hingga habis. Mbah Sumini tidak tahu pukul berapa ia pulang, yang ia tahu hanya langit sudah cerah dan matahari mulai terang.
Mbah Sumini mengaku sudah lama berjualan getuk. Yakni, ketika pasar masih bangunan lama hingga sekarang. Dia menjual satu bungkus komplit getuk singkong lengkap taburan parutan kelapa seharga Rp 1.000. Ketika ditanya dari mana getuk yang dijual, Mbah Sumini menjawab “getuk singkong dibuat sendiri. Embah memang diberi keistimewaan,” katanya sumringah.
Lebih masuk ke dalam bagian belakang pasar, di sana tampak para pedagang ikan laut dan daging yang mendominasi. Sebagian kendaraan pembeli, parkir di belakang pasar.
Para penjual di Pasar Induk Cepu tidak hanya berasal dari wilayah Cepu dan sekitarnya. Namun ada juga yang berasal dari wilayah Bojonegoro. Seperti Shalihah (50) penjual ikan pindang dan panggang yang berasal dari Dukoh, Kasiman, Bojonegoro. Shalihah menjual satu gerendel ikan pindang yang berisi 12 besek dengan harga Rp 28.000 hingga Rp 30.000. Pembeli biasanya akan menjual kembali dengan harga Rp 3.000 per besek ikan pindang. Pada pukul 01.00 WIB, Shalihah datang ke pasar.
“Pukul 04.00 WIB, di sini sudah mulai sepi. Toko-toko yang ada di dalam sudah mulai buka,” tutur Shalihah.