Masyarakat Bojonegoro tentu mengenal situs Wotanngare. Situs Wotanngareini dipercaya sebagai bekas Kerajaan Malawapati (Situs Mlawatan) dan dianggap sebagai petilasan Prabu Anglingdarma. Situs Wotanngare secara administratif berada di Pedukuhan Tawing, Desa Wotanngare, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro.
Pemeritah Kabupaten Bojongoro telah membangun sebuah pendapa di lokasi situs. Apalagi di situs tersebut banyak ditemukan benda-benda purbakala. Pada tahun 1970 di lokasi Situs Wotanngare ini masih dijumpai bekas bangunan yang terbuat dari bata.
Hery Priswanto dari Balai Arkeologi Yogyakarta menulis di jurnal Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 dengan judul Situs Wotanngare-Bojonegoro Nilai Penting dan Pengembangannya. Hery Priswanto mencatat ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan di situs Wotanngare. Berikut ulasannya.
Penelitian-penelitian di Situs Wotanngare
Pertama, Tim Penyusun Buku Sejarah Kabupaten Bojonegoro tahun 1988 yang masuk dalam buku Sejarah Kabupaten Bojonegoro (Menyingkap Kehidupan Dari Masa Ke Masa). Di buku tersebut disebutkan Situs Wotanngare disebut sebagai puing-puing Mlawatan. Penyebutan itu didasarkan atas keberadaan bekas suatu bangunan yang terdiri dari bata-bata berserakan di Mlawatan yang berlokasi di tengah sawah.
Tradisi setempat mengatakan bahwa peninggalan tersebutadalah bekas kraton kerajaan Malawapati di bawah Raja Anglingdarma.
Kedua, BPSNT Yogyakarta tahun 2009. Penelitian dengan fokus kajian pada studi antropologi (folklore) mengenai penelusuran jejak petilasan Anglingdarma di Mlawatan. Penelitian ini merupakan kerjasama antara BPSNT Yogyakarta dengan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro c.q Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan diperoleh informasi mengenai bentuk cerita Anglingdharma serta lokasi-lokasi yang berkaitan dengan cerita Anglingdharma.
Permukiman Masa Kerajaan Majapahit
Ketiga, Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2012. Penelitian Situs Mlawatan atau Situs Wotanngare juga merupakan penelitian kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro c.q Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro. Penelitian melihat tinggalan arkeologi yang berkaitan dengan penelusuran jejak petilasan Anglingdharma.
Hasilnya diketahui bahwa di Situs Wotanngare dijumpai tinggalan arkeologi yang cukup signifikan. Data artefak secara kuantitas dan kualitias mengindikasikan bahwa Situs Wotanngare pernah digunakan sebagai permukiman. Sebagai data awal diduga kronologi permukiman di Situs Wotanngare sejaman dengan masa Majapahit.
Menurut Hery, situs Wotanngare tidak bisa dipisahkan dengan situs-situs arkeologi maupun temuan artefaktual masa peradaban Hindu Buddha di sekitar wilayah Kabupaten Bojonegoro. Karena di Bojonegoro banyak temuan arkeologi. Bukti-bukti kesejarahan diantaranya bekas fondasi bangunan kuna berbahan bata dengan ukuran yang cukup besar di Desa Soka dan Desa Buntalan Kecamatan Temayang. Juga Situs Kwangen di Desa Leran –Kecamatan Kalitidu berupa temuan fragmen gerabah dan keramik asing.
Selain itu juga Situs Alas Benda di desa Ngeper –Kecamatan Padangan dijumpai struktur bata dan batu putih. Apa yang ditemukan di situs Wotanngare ini mempunyai kesamaan dengan temuan sejenis di Situs-Situs Masa Majapahit yang salah satunya di Trowulan.
“Pada masa Majapahit dikenal 21 negara daerah yang merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit, yang salah satunya adalah Matahun. Nama Matahun di Bojonegoro sudah dikenal pada masa Majapahit dan penguasa daerahnya disebut Bhre Matahun,” tulis Hery Priswanto.
Ditemukan Fosil Gajah Purba di Situs Wotanngare
Pada 2009, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur di Trowulan, Mojokerto, menemukan fosil di Desa Wotanngare, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro. Fosil itu dipastikan gajah purba.
Fosil ini ditemukan dalam keadaan terpisah-pisah, seperti bagian kepala (stegodon trigonochepalus) dan gading (stegodon elephas).
Hasil penelitian tim BP3 menunjukkan bahwa usia fosil yang ditemukan berada di atas 1 juta tahun. Fosil di Kalitidu dibandingkan dengan fosil-fosil yang ada di Museum Trinil dan Sangiran yang berumur sekitar 1,7 juta tahun.
Meskipun demikian, tim BP3 Jawa Timur tidak ingin berspekulasi mengenai kaitan antara lokasi penemuan fosil dengan mitos warga sekitar, yang menyebutkan bahwa tempat tersebut adalah petilasan Prabu Anglingdharma