Bagaimana jika kisah Amba dan Bisma hadir dalam cipta rasa kekinian? Ya, itulah setidaknya yang tersirat dari pentas Dewi Wara Amba di Gedung Serbaguna Bojonegoro, Kamis (18/7/2024). Selain para pemerannya adalah anak-anak muda, musik yang mengiringinya adalah keroncong modern.
Suguhan drama musikal dari Sanggar Krida Wira ini memang sudah ditunggu-tunggu. Tiket masuk mulai Rp 25 ribu hingga Rp 45 ribu pun terjual sesuai target.
Menjelang pentas, sejak sore penyelenggara tampak begitu sibuk. Di pojok kanan pintu masuk gedung, ada meja pembelian tiket. Sedang di kanan gedung ada dua meja registrasi. Meja pertama untuk tiket regular. Penonton regular masuk melalui pintu pertama. Sedang meja kedua untuk tiket VIP. Setelah menunjukkan tiket masuk dan discan oleh petugas, penonton diberi snack dan air minum. Lantas dipersilakan masuk. 193 tiket VIP dan 57 tiket regular terjual.
Dalam waktu sebentar, Gedung Serbaguna sudah dipenuhi penonton. Mereka duduk lesehan di karpet abu-abu. Panggung disetting dengan dua gapura ala kerajaan.
Pentas dibuka dengan munculnya perempuan anggun berkebaya putih, berjarik hitam dan bersanggul. Ialah Amba di generasi sekarang. Tangannya terus melambai seperti orang menari sambil menceritakan sosok perempuan hebat dalam sejarah Mahabarata.
Lalu, dua gadis berkebaya hijau sebagai dayang asyik bergosip tentang desas-desus sayembara yang diadakan Prabu Darmahumbara. Sayembara itulah yang membuatb hati Amba gundah gulana, karena ia dijadikan hadiah sayembara.
“Apakah harus Ambalika dan Ambaliki juga jadi hadiah, Ayahanda? Mereka masih terlalu muda, perjalanannya masih panjang,” protes Dewi Amba.
“Apa kamu mau nasib mereka sama denganmu yang belum menikah di usia tua?” gertak Raja Giyantipura.
Keputusan raja tidak bisa digugat. Sayembara pun jalan. Sayembara itu disambut sumpah Dewi Amba. Siapapun yang mengungkapkan cinta secara langsung di hadapannya, ia akan menerimanya dengan segenap cinta pula.
Musik keroncong mengalun indah mengiringi Prabu Salwa Rukmana yang diam-diam memasuki taman di mana Dewi Amba berada. Mata Prabu Salwa (diperankan Dava Brilian) langsung tertuju pada kecantikan putri sulung Permaisuri Dewi Swargandini. Ia pun tanpa segan mengungkapkan cintanya.
Untuk menepati sumpah yang telah diucapkan, Dewi Amba menerima cinta Prabu Salwarukmana. “Namun, kau harus tetap mengikuti sayembara dan memenangkannya, Prabu Salwarukmana,” pinta Dewi Amba. Prabu Salwarukmana menyanggupinya.
Sayembara dimulai. Prajurit dari Giyantipura sudah bersiap menunggu siapa penantangnya. Dewi Amba tampak cemas menunggu Prabu Salwarukmana. Tapi yang datang adalah laki-laki tegap dengan pakaian serba putih dan berjarik cokelat. Di kepalanya mahkota emas melingkar megah. Ia memperkenalkan diri sebagai Prabu Bisma (diperankan Farel Ardiyan) dari Hastinapura.
Dewi Ambalika dan Dewi Ambiliki melihat sosok Bisma sangat terkesan. Mereka bergantian memuji Prabu Bisma dan merasa sangat beruntung jika bisa diboyong ke Hastinapura. Berbeda dengan Amba. Pikirannya berkecamuk, hatinya bimbang. Apakah keluarga Hastinapura akan menerimanya penuh cinta.
“Dunia sekalipun akan kujadikan (bisa) menerimamu dengan penuh cinta, wahai, Dewi Amba,” jawab Prabu Bisma.
Pertarungan antara Prabu Bisma dan prajurit Giyantipura dimulai. Prajurit itu mati di tangan Prabu Bisma. Raja Giyantipura merasa bahagia putri-putrinya akan dipinang dan diboyong ke Hastinapura. Ia bersemangat memberi perintah kepada tiga putrinya untuk bersiap-siap.
Dewi Ambalika dan Dewi Ambaliki tidak kalah bersemangat dari ayahnya. Bagaimana dengan Dewi Amba? Tak kuat menyimpan rahasia, Amba pun bercerita bahwa dia sudah bersumpah menerima cinta Prabu Salwarukmana dan tidak akan mengkhianatinya.
“Aku tidak melarangmu, Dewi Amba. Pergilah. Aku sudah melaksanakan kewajibanku untuk mengikuti sayembara ini,” ujar Prabu Bsima.
Prabu Salwarukmana memasuki panggung dan langsung menyentuh kedua tangan Dewi Amba. Meski pemenang sudah ditetapkan, Prabu Salwarukmana tetap ingin bertarung dengan Prabu Bisma sebagai bukti cinta. Perang pun dimulai diiringi musik perang yang menggelora.
“Sudah cukup, Prabu Salwarukmana! Prabu Bisma!” pekik Dewi Amba.
“Perempuan bukan hadiah perjudian atau lotre!” sambungnya.
Prabu Salwarukmana berdiri dari tempatnya. Ia memutuskan pergi sebab kalah dalam pertarungan dan meragukan kesucian cinta Dewi Amba sebab telah direnggut Prabu Bisma sebagai pemenang sayembara. Sedang Prabu Bisma pun tidak bisa menerimanya sebab Dewi Amba mengaku sudah berjanji setia kepada Prabu Salwarukmana.
“Lantas bagaimana, Prabu Bisma? Apakah memang begini nasib perempuan dari dulu, saat ini dan nanti?” tanya Dewi Amba kepada Prabu Bisma.
Untuk membuktikan kesucian cinta, Dewi Amba pun memilih menjalani ritual pati obong dan bersumpah Prabu Bisma akan mati di tangannya.
Jalan kisah berlanjut. Perempuan dengan kostum serba merah dan busur di tangannya memasuki panggung bersama iringan musik. Ia menari seakan sedang berlatih memanah. Ialah Srikandi, reinkarnasi dari Dewi Amba.
Ia bercengkerama dengan kakaknya, Drupadi yang berkebaya putih dan bertutur halus. Drupadi memberi pengajaran tentang sikap-sikap perempuan yang selalu lemah-lembut, menopang laki-laki, menyiapkan kebutuhan perang, menyuapi ketika sakit dan lain sebagainya.
“Lantas siapa yang akan mengurus kita ketika sakit, Yunda?” tanya Srikandi kepada Drupadi.
“Itulah istimewanya perempuan, adikku. Perempuan dianugerahi bisa melakukan semuanya sendiri,” jawab Drupadi.
Srikandi (diperankan Namira Mahadewi) tumbuh menjadi perempuan berpendirian teguh dan tidak bisa dipermainkan oleh laki-laki. Ia mengikuti perang Bharatayudha dan melawan Bisma. Ia menggunakan anak panah sebagai senjata. Bisma yang dikisahkan abadi, akhirnya mati di tangan Srikandi, titisan Dewi Amba.
Di penghujung cerita, Dewi Amba dan Bisma mengenakan baju serba putih dan menari seperti melepas rindu. Mereka ada di nirwana.
***
Dari awal hingga akhir cerita, penonton tidak beranjak dari tempat duduk. Mereka antusias menonton cerita demi cerita. Pentas ditutup dengan sesi berpelukan antara sutradara, composer dan pemain musik. Penonton dipersilakan foto bersama para pemain.
Salah satu penonton dari Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam Al Rosyid berkomentar pertunjukan Dewi Wara Amba keren. “Bagus, keren pertunjukannya. Apalagi musiknya, keren banget. Semua setting panggung, kostum, makeup juga bagus semua. Cuma satu yang kurang, kalau orang nggak paham cerita Mahabarata, nggak akan ngerti alur ceritanya, kurang jelas alurnya, nggak bisa dinikmati penonton umum,” ungkap Navy.
Mukarom sebagai sutradara mengatakan kisah Dewi Wara Amba (Janji dan Wanita) ini menggambarkan kehidupan yang berasal dari dua hal, yakni janji dan wanita. Setiap kelahiran berasal dari janji. Semua laki-laki memiliki wanita sebagai pendamping, meski ada yang tidak menemukan jodohnya, tapi laki-laki itu lahir dari seorang wanita.
Farel Ardiyan yang memerankan Bisma mengaku karakter Bisma bertolak belakang dengan kehidupan aslinya, tapi ia berusaha memerankannya dengan totalitas.
“Bisma dengan tekad bulat, gigih dan tidak pernah goyah berbeda dengan sikap saya yang suka bercanda. Tapi untungnya ada Pak Mukarom, jadi bisa belajar terus,” ujarnya ketika diwawancara saat latihan pada Senin, 13 Juli 2024.
Ivon Naely yang memerankan Amba baru lulus dari SMAN 1 Bojonegoro. Ia mengaku susah-gampang memerankan tokoh perempuan Jawa yang berani dan teguh ini.[nf]
___________
Mukaromatun Nisa adalah peserta magang jurnalis, mahasiswa UNUGIRI, Bojonegoro.