Penulis: Kajar Djati
Bojonegoro, sebagai salah satu daerah di Jawa Timur, menyimpan kekayaan budaya yang kental dengan nuansa pertanian. Dalam konteks ini, muncul suatu seni pertunjukan tradisional yang melekat erat dengan kehidupan masyarakat agraris, yaitu Sandur. Seni ini tidak hanya menghibur, tetapi juga membawa pesan tentang keselarasan antara alam dan manusia.
Menurut Ratuwalu (2016), masyarakat agraris adalah kelompok yang mencukupi kebutuhan hidupnya melalui sektor pertanian, dengan produksi dan pemeliharaan tanaman sebagai sumber ekonominya. Sandur lahir di tengah-tengah masyarakat agraris Bojonegoro, dan memiliki beberapa pengertian yang melibatkan makna pekerjaan dan istirahat.
Salah satu interpretasi mengatakan bahwa kata “Sandur” berasal dari jalur dhosok (singkatan), yang merupakan gabungan kata “isan” (istirahat) dan “tandhur” (menanam). Dengan demikian, Sandur diartikan sebagai seni pertunjukan yang dilakukan setelah tandhur atau setelah bekerja, sebagai bentuk penghilangan sengkala atau marabahaya. Kesenian ini tidak hanya bersifat hiburan semata, tetapi juga mengandung petuah dan ritual yang memperkuat hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Adapula pendapat lain yang mengungkapkan bahwa Sandur adalah sandiwara ngedhur, yakni pertunjukan yang dilakukan semalam suntuk untuk menghibur masyarakat. Pementasan Sandur biasanya dilakukan setelah masa panen sebagai ungkapan syukur petani terhadap hasil panen yang diperoleh dan harapan agar hasil panen berikutnya lebih baik (Herfidiyanti, 2014). Pertunjukan ini biasanya dimulai sekitar pukul sepuluh malam hingga menjelang subuh, sesuai dengan waktu setelah panen.
Sejarah Sandur yang kaya dan dalam beberapa interpretasi menarik membuatnya menjadi warisan budaya yang tidak hanya menyegarkan keseharian masyarakat agraris Bojonegoro tetapi juga menjadi elemen penting dalam perayaan dan ungkapan rasa syukur. Dengan ragam makna dan pesan yang terkandung di dalamnya, Sandur terus menjelma menjadi salah satu kekayaan budaya yang patut dilestarikan dan dihargai oleh generasi muda Bojonegoro.
Tokoh dalam Sandur: Petualangan Bersama Balong, Pethak, Cawik, dan Tangsil
Dalam setiap pertunjukan Sandur, kita diajak untuk meresapi kehidupan dan kebijaksanaan melalui empat tokoh sentral yang membentuk inti dari keseluruhan cerita. Kehadiran Balong, Pethak, Cawik, dan Tangsil menghidupkan panggung dengan pesona masing-masing, membawa penonton dalam suatu perjalanan yang kaya makna dan hiburan.
Balong: Lubang Hikmah
Balong, yang berasal dari kata “babakan bolong” atau lubang dalam tubuh manusia, menjadi tokoh yang mengemban peran sebagai penyedia solusi. Dalam perjalanan Sandur, Balong hadir sebagai sosok yang memberikan arahan dan pemikiran bijak. Melalui kehadirannya, penonton dibawa untuk merenung dan menggali makna di balik setiap lubang kehidupan.
Pethak: Mepet Petak dan Pemikiran Terdalam
Pethak, atau yang berarti mendekati otak, menjadi representasi dari seorang pemikir dalam Sandur. Sebagai tokoh yang “mepet petak,” Pethak mengajak penonton untuk mendalami pemikiran-pemikiran terdalam. Keberadaannya membawa kita pada perenungan mendalam tentang kebijaksanaan dan cara pandang yang lebih dalam terhadap kehidupan.
Cawik: Kemuliaan Hati Manusia
Cawik, yang berasal dari kata “cagak wigati” atau kemuliaan hati manusia, menjadi simbol kemurnian dan kemuliaan batin. Dalam Sandur, Cawik mengajak kita untuk menggali sisi terbaik dalam diri sendiri. Melalui setiap adegan, penonton diajak merenung tentang esensi kemuliaan hati manusia yang seringkali terabaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Tangsil: Memantik Permasalahan dengan Keberhasilan Tepat
Tangsil, atau kabatang kasil yang berarti sesuatu yang bila ditebak pasti berhasil, menjadi pendorong cerita dalam Sandur. Sebagai tokoh yang memantik permasalahan, Tangsil memperkaya plot cerita dengan keberhasilan-keberhasilan yang tepat. Kejelian dan ketepatan langkah Tangsil menambahkan kegembiraan dan keceriaan dalam pertunjukan.
Selain keempat tokoh utama, elemen-elemen tambahan seperti Tukang Kandhut, Tukang Oncor, Juru Kunci, Tukang Umpet, Tukang Sajen, Germo, dan Panjak Hore semakin memperkaya nuansa Sandur dengan warna-warni kehidupan. Tidak lupa, kehadiran Germo yang memimpin pertunjukan memberikan arah dan semangat bagi para penonton.
Dengan keunikan masing-masing, setiap tokoh dalam Sandur tidak hanya menjadi bagian dari pertunjukan tetapi juga simbol kehidupan. Mereka membawa pesan dan makna yang dalam, mengajak penonton untuk menikmati hiburan sambil merenungkan kearifan dan kebijaksanaan yang terkandung dalam setiap adegan.