Jumat 23 Agustus 2024. Sinar matahari terasa menyengat meski waktu baru menunjukkan pukul delapan pagi. Warga mulai memadati sumber air di lokasi yang kini dikenal dengan Kokobo Dander Forest Jl Alang-alang Kemangi Desa/Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro.
Warga berdatangan membawa masakan masing-masing untuk dijadikan satu dan makan bersama di acara Sedekah Bumi Desa Dander. Tahun ini tema sedekah bumi “Merajut Kebersamaan dan Kerukunan”. Sebelum acara dimulai, beberapa orang membasuh wajah di sumber air atau warga biasa menyebut ‘sumberan’ yang konon katanya bisa bikin awet muda.
Sunaryo, penjaga sajen di pinggir sumberan membenarkan mitos tersebut. “Bisa bikin awet muda, tapi mintanya tetep ke Gusti Allah,” kata pria berbaju batik cokelat dan menggunakan udeng itu.
Yang disebut sajen, adalah uang, kembang, nasi berserta lauk pauk dan kopi yang sengaja ditaruh beberapa orang sebagai ungkapan rasa syukur. Tidak hanya sajen, perapian juga terus menyala di samping sumberan tanda adanya sedekah bumi. Menurut Sunaryo, api akan dimatikan jika sedekah bumi selesai.
Semakin siang, semakin banyak warga yang datang. Mereka merupakan warga RT 1 hingga RT 40 Desa Dander. Mereka terdiri dari anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Semua berbaur jadi satu duduk lesehan di sebelah barat sumberan.
Meski duduk tanpa alas di rumput kering, warga begitu tenang dan antusias menikmati pertunjukan tari jaranan dari Grup Mustiko Putri yang berdiri sejak tahun 2004. Jaranan merupakan hiburan dalam rangkaian prosesi sedekah bumi. Penari jaranan yang masih duduk di bangku SMP dan SMA menari dengan luwes. Tangan kanan memegang pecut dan tangan kiri memegang jaranan. “Senang bisa lihat tontonan,” ujar salah satu warga.
Pertunjukan jaranan usai dan segera disusul dengan reog Ponorogo yang dibawakan oleh Mbah Dogo Tuban. Pria berusia 52 tahun ini beberapa kali memperagakan reog rubuh. “Beratnya sampai 70 kilogram,” ujarnya saat diwawancarai mastumapel.com tentang berat reog yang dipakai. “Tirakatnya harus puasa tiga hari di bulan Suro,” imbuhnya.
Setelah jaranan dan reog, sedekah bumi dilanjut dengan tahlil dan doa bersama dipimpin tetua desa. Setelah tahlil, warga antusias membagi makanan. Beberapa ada yang langsung pulang dan beberapa ada yang tinggal untuk makan bersama.
Sedekah bumi, menurut Kpala Desa Dander Jupriyanto, sudah ada sejak zaman Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Acara yang dilakukan setiap Jumat Pahing di Bulan Safar atau Besar ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur warga Dander. Tidak ada pantangan makanan yang dibawa, tapi warga tidak boleh mengambil ikan bulus dan lele yang menyebar di sumberan.
“Setiap sedekah bumi kami selalu menebar benih ikan sebagai bentuk melestarikan alam. Ada 30.000 benih ikan yang disebar di sumberan,” papar Jupriyanto.
Acara ini selalu menghadirkan jaranan, reog, dan tayub dari grup kesenian lokal Dander. Tayub sendiri dimulai pukul 13.00 WIB. Dua sinden remaja Pita dan Tika menjadi pusat perhatian. Sedangkan dua laki-laki di samping mereka bertugas sebagai pemandu acara dan yang menyiapkan perlengkapan menari seperti selendang. Penonton dipersilahkan maju untuk dan menari tayub dan mengungkapkan permasalahan atau keinginannya.
Kasmijan, warga asal Dander yang menggendong balita maju untuk menari. “Kulo gadah unek-unek pingin putu kulo mlaku, makane kulo ajak tayuban,” paparnya berharap cucunya dapat segera berjalan.
Bapak-bapak dan anggota linmas juga turut menari untuk memeriahkan. Dilanjutkan pemuda-pemuda asli warga Dander.
Rian, salah satu warga merasa senang dengan adanya tayub saat sedekah bumi. Ia bisa menari dengan sinden dan banyak orang. “Tahun ini ada tambahan pertunjukan, nanti malam ada 15 grup hadrah yang akan tampil di sini,” terang Jupriyanto, Kades Dander.
Pria berbaju putih dan mengenakan udeng ini berharap dengan adanya sedekah bumi, Desa Dander bisa menjadi desa yang berbudaya, berkarakter dan berbudi luhur.[nf]