Batik Kembang Sambiloto menjadi pembuktian bagi Bu Mulyanto, bahwa batik Bojonegoro bisa menembus pasar internasional. Di tengah persaingan, usaha batiknya mampu bertahan sekitar 13 tahun lebih, dan bahkan terus berkembang.
Awal Juli 2024, saya berkunjung ke rumah Bu Mulyanto. Rumah itulah yang dijadikan tempat produksi Batik Kembang Sambiloto. Yakni di Desa Sambiroto, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro.
Di sebuah ruangan, tepatnya di belakang rumah utama, beberapa pekerja melakukan proses membatik. Mulai menggoreskan lilin dalam secarik kain, mencanting, mewarnai, mencap, hingga mengeringkan kain. Mereka rata-rata para ibu rumah tangga yang membantu usaha batik Kembang Sambiloto.
“Batik kembang sambiloto terinspirasi dari keindahan bunga sambiloto yang banyak tumbuh di Desa Sambiroto” ujar Bu Mulyanto.
Penggunaan nama ‘sambiloto’ juga dilatari oleh keinginan mengenalkan Desa Sambiroto ke masyarakat luas. Desa ini berada tak jauh dari pusat kota Bojonegoro. Punya lahan persawahan yang luas, Desa Sambiroto menjadi wilayah sekitar lapangan migas Sukowati.
“Semuanya berawal dari pelatihan batik yang saya ikuti 13 tahun yang lalu,” tutur Bu Mulyanto.
Ia lalu bercerita, pada tahun 2011, ia mengikuti pelatihan membatik yang diselenggarakan oleh Dinperinaker (Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja)Bojonegoro. Awalnya, hanya untuk mengisi waktu luang. Selepas pelatihan ia iseng membatik dengan selembar kain sisa yang didapatkan dari pelatihan.
Namun dalam perjalanan waktu, ia menemui jalan sulit dalam perekonomian keluarga. Hingga mendorongnya untuk berkarya lebih banyak. Ia mencoba menawarkan hasil batiknya ke seorang relasi, teman pelatihan. Kebetulan relasinya tersebut sudah mempunyai usaha batik. Akhirnya hampir setiap duahari sekali, Bu Mulyanto menyerahkan hasil batik karyanya ke tempat usaha batik tersebut untuk dijual lagi. Kondisi ini berjalan hingga satu tahun.
Setelah itu, dorongan untuk membuka usaha sendiri pun mulai muncul. Sayangnya ia terkendala modal. Namun, ia tak mau menyerah. Ketika pesanan mulai banyak, ia ‘ngutang’ bahan baku lilin serta warna ke relasinya dan dibayar ketika pengerjaan batik selesai.
Untuk menambah skill dan relasi, Bu Mulyanto Kembali mengikuti pelatihan pada 2017. Yakni pelatihan di BLK yang diselenggarakan oleh Petrochina (pengelola lapangan minyak Sukowati waktu itu) selama satu minggu. Bu Mulyanto membuat kelompok dan ia terpilih menjadi ketua kelompok batik tersebut dan direncanakan akan mendapat bantuan modal dari Petrochina. Dan sejak saat itulah nama Batik Kembang Sambiloto dipakai. Namun sayangnya,bantuan ternyata tidak kunjung datang, hingga akhirnya kelompok itupun bubar dengan sendirinya.
Meski kelompok batiknya bubar, Bu Mulyanto terus berkarya. Hingga akhirnya pada 2021 ia mendapatkan tawaran untuk menjadi pengisi acarakegiatan kearifan lokal di Mal Pelayanan Publik Bojonegoro. Ia pun datang dan ternyata membuahkan hasil. Pertamina yang kini mengelola lapangan migas Sukowati menawarkan UMKM Batik Kembang Sambiloto menjadi salah satu UMKM Binaan.
“Saya sangat bersyukur dan senang, karena dengan adanya kelompok UMKM Batik Kembang Sambiloto ini bisa membuat ibu rumah tangga berkarya dan memiliki pendapatan,” ujarnya.
Kerja keras dan ketekunan Bu Mulyanto menggeluti dunia batik membawa hasil. Kini, pesanan batik di UMKM Batik Kembang Sambiloto semakin hari semakin meningkat, “Alhamdulillah banyak lembaga yang percaya kepada kami, barusan kami menyerahkan 94 potong kain batik kepada salah satu SD di Kecamatan Ngasem,” jelasnya antusias.
Bahkan, ia juga terus membangun relasi untuk mengembangkan pemasarannya. Lewat kerabatnya, batik karyanya juga telah dipasarkan ke luar negeri. “Batik Kembang Sambiloto ini sudah nyampe ke Aljazair lho,” katanya.
Kini Bu Mulyanto terus berusaha mengembangkan Batik Kembang Sambiloto di tengah maraknya usaha batik. “Kuncinya adalah konsisten dalam berkarya,” jawab Bu Mulyanto saat ditanya rahasia suksesnya membangun usaha batik.[nf]
_________________
Sahra Dwi Irma Rosida adalah peserta magang jurnalis, mahasiswa Universitas Bojonegoro