Penulis: Kajar Alit Djati
Sosok Arya Penangsang tak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarah Kesultanan Demak. Arya Penangsang adalah murid Sunan Kudus yang berkuasa di Kerajaan Jipang, yang mengklaim sebagai penerus Demak.
Pada tahun 1546, Sultan Trenggono, penguasa Kesultanan Demak, meninggal dunia. Hal ini menyebabkan adanya kekosongan tahta Kesultanan Demak. Sunan Giri dan sesepuh Kesultanan Demak, kemudian sepakat mengangkat putra sulung Sultan Trenggono, Sunan Prawoto sebagai sultan keempat Demak. Sunan Prawoto kemudian bergelar Sultan Syah Alam Akbar Jiem-Boen-ningrat IV.
Dikisahkan, Sunan Prawoto ini menderita penyakit mata yaitu kebutaan. Penyakit ini dikaitkan dengan kutukan pamannya sendiri, yang dibunuh oleh pangeran Sunan Prawoto.
Penobatan Sunan Prawoto sebagai Sultan Demak ini sangat mengecewakan Arya Penangsang. Hal ini berkaitan dengan dendam Arya Penangsang atas kematian ayahnya, Pangeran Sekar yang dibunuh oleh Pangeran Prawoto. Akhirnya, Arya Penangsang pun mengirim utusan untuk membunuh Sunan Prawoto dan anggota keluarganya. (Mukti and Sulistyo, 2020).
Dalam cerita tutur Jawa, sebagaimana juga dikisahkan oleh Sukarjo Waluyo dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip), dalam publikasi Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya edisi 5, 5 (2021), Pangeran Prawata akhirnya terbunuh dan suksesi Kesultanan Demak mengalami kebuntuan. Lalu, muncullah tiga orang berpengaruh kuat, yaitu Ratu Kalinyamat (adik Pangeran Prawata dan istri Pangeran Hadlirin, seorang Adipati Jepara), Hadiwijaya (Adipati Pajang), dan Arya Penangsang (Adipati Jipang).
Sunan Kudus, yang merupakan guru spriritual Arya Penangsang, menyarankan untuk membunuh Pangeran Hadliri dan Hadiwijaya. Agar kelak Arya Penangsang bisa menjadi Sultan Demak. Kemudian Pangeran Hadlirin berhasil dibunuh, tetapi gagal membunuh Hadiwijaya atau Jaka Tingkir.
Dalam cerita sejarah selanjutnya, Ratu Kalinyamat akhirnya menyarankan Hadiwijaya membunuh Arya Penangsang. Hal ini sebagai upaya membalas dendam atas kematian Pengeran Prawata dan Pangeran Hadlirin. Ratu Kalinyamat berjanji kepada Sultan Hadiwijaya, akan menyerahkan wilayah Jepara serta seluruh harta kekayaannya jika Hadiwijaya berhasil membunuh Arya Penangsang (Waluyo, 2020)
Dengan kesaktian dan kecerdikannya, Sultan Hadiwijaya, penguasa Pajang, akhirnya menyerang Kadipaten Jipang dan berhasil membunuh Arya Penangsang. Kesultanan Pajang yang dibangun Hadiwijaya akhirnya berdiri tegak dan mengklaim sebagai pewaris Kesultanan Demak. Arya Penangsang sendiri, di sejumlah kisah, diantaranya di Babad Tanah Djawi, digambarkan sebagai pemberontak yang jahat, kasar, dan haus kekuasaan.
Arya Penangsang Sebagai Pahlawan
Arya Penangsang tak cuma dikisahkan berwatak keras dan kejam, terutama bagi masyarakat bekas kerajaan Jipang. Arya Penangsang yang merupakan cucu dari Raden Patah disebut sebagai penerus Kesultanan Demak, jadi bukan pemberontak.
Persepsi Arya Penangsang sebagai pahlawan, diantaranya ada di masyarakat Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Cepu, dipercaya sebagai pusat Jipang di abad 16. Bahkan, di Cepu terdapat Yayasan Keraton Jipang.
Dalam catatan Yayasan Keraton Jipang, Jipang bukanlah kadipaten, melainkan kerajaan kecil pada masa Kerajaan Majapahit (kini wilayah kabupaten Blora, Rembang, Pati, Kudus, dan Bojonegoro). Jipang adalah kerajaan otonom dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak pada Majapahit.
Kehancuran Majapahit dan berdirinya Kesultanan Demak membuat Jipang memilih bergabung pada Demak karena pandangan politik, khususnya berkaitan Islamisasi di Jawa.
Masyarakat Cepu meyakini, bekas pusat kerajaan Jipang terletak di Desa Jipang, yakni sekitar 7 km arah barat laut Cepu. Makam Gedong Ageng Jipang dan pendopo dipercaya sebagai bekas bangunan utama Kadipaten Jipang pada masa lalu. Dua tempat ini sekarang dijaga oleh seorang juru kunci.
Di Desa Jipang terdapat dua tempat bersejarah yang banyak dikunjungi orang: Makam keluarga Gedong Ageng dan bekas pendopo kadipaten. Kedua tempat ini dikenal sebagai peninggalan bersejarah dari masa lalu dan dijaga oleh Pemerintah Kabupaten Blora sebagai cagar budaya.
Makam Gedong Ageng adalah tempat di mana Arya Penangsang, tokoh bersejarah, dimakamkan. Banyak orang datang ke sini untuk berziarah dan mengenang leluhur mereka. Di sebelahnya, ada area persawahan yang luas, di seberangnya terdapat alun-alun, taman kota, masjid, kolam segaran, dan bangunan-bangunan pemerintahan. Bekas pendopo kadipaten, diperkirakan, adalah tempat di mana pendopo kadipaten pada masa lalu berdiri. Tempat ini menjadi saksi bisu dari sejarah kejayaan Kadipaten Jipang.