Penulis: Kajar Djati
Hidup manusia tak bisa lepas dari cerita mitos. Apalagi masyarakat jawa yang sangat kental dengan adanya mitos. Hampir tiap daerah memiliki mitos yang jumlahnya cukup banyak.
Pengertian Mitos
Mitos merujuk pada cerita atau narasi tradisional yang diteruskan dari generasi ke generasi untuk menjelaskan asal-usul, keberadaan, atau fenomena alam tertentu. Mitos sering kali berisi elemen-elemen supernatural atau ilahi dan berfungsi sebagai cara masyarakat untuk memahami dunia sekitarnya, memberikan makna pada kejadian alam atau kehidupan manusia, dan mengajarkan nilai-nilai atau norma-norma budaya.
Ciri-ciri mitos melibatkan tokoh-tokoh mitologis, kejadian luar biasa atau magis, serta sering kali disampaikan dalam bentuk cerita naratif. Mitos bisa menjadi bagian integral dari kepercayaan agama atau spiritual suatu masyarakat, dan seringkali membentuk dasar bagi ritual atau upacara adat.
Perlu dicatat bahwa mitos tidak selalu memiliki dasar sejarah yang dapat diverifikasi, namun fungsinya sebagai bagian dari warisan budaya memberikan pemahaman mendalam tentang pandangan dunia dan kehidupan masyarakat yang mengembangkannya.
Nah, di Kabupaten Bojonegoro ada banyak mitos. Berikut diantaranya:
1. Mitos Watu Semar
Watu Semar, sebuah batu yang kini berada di alun-alun kota Bojonegoro awalnya berada di kaki Gunung Pandan, Desa Sambongrejo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro. Watu Semar ini mempunyai cerita mistis yang terawetkan dalam mitos setempat. Batu ini konon terbentuk akibat erupsi Gunung Pandan, dan usianya diperkirakan sudah mencapai ratusan tahun.
Mitos Watu Semar bermula dari kisah Punakawan, kelompok karakter dalam pewayangan Jawa, yang memiliki niat membangun sebuah gunung di lokasi asal Watu Semar. Namun, usaha mereka terhenti ketika mereka tidak sanggup menyelesaikan pekerjaan tersebut hingga matahari terbit. Akibatnya, bebatuan yang menjadi bahan pembangunan gunung dirombak, sehingga tidak meninggalkan jejak, dan dari proses ini lahirlah lautan batu, dengan salah satu elemennya menjadi Watu Semar.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat setempat mulai mempercayai bahwa Watu Semar dihuni oleh Mbah Semar. Dalam kepercayaan Jawa, Punakawan Semar dianggap sebagai pengjelmaan dari dewa tinggi. Mbah Semar adalah satu-satunya anggota Punakawan yang muncul dalam seni pahat dan karya sastra zaman Singasari Majapahit, seperti relief Candi Tigawangi dan Sukuh, serta karya sastra Sudamala.
Secara simbolis, Semar mencerminkan bahasa lambang Ketuhanan yang Maha Esa. Di Desa Sambongrejo, warga menyebut Semar dengan awalan ‘Mbah’, menandakan penghormatan dan kesakralan terhadapnya. Dalam konsepsi keagamaan, Semar melambangkan aspek-aspek ketuhanan seperti gaib, Sar (cahaya), Badrayana (cahaya tuntunan), Jnanabadra (sinar ilmu pengetahuan), Maya (kesaktian Brahman yang tak tampak), Janggan (kiai), dan Cahya Buana (cahaya bumi, langit, dan seisinya).
Mitos Watu Semar tidak hanya menjadi cerita sejarah setempat, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai spiritual dan keberlanjutan budaya yang diteruskan dari generasi ke generasi. Watu Semar tetap menjadi misteri yang memesona, menyatu dengan alam sekitarnya, dan menjadi warisan tak ternilai bagi masyarakat Desa Sambongrejo.
2. Mitos Presiden RI Tidak Berani Datang ke Bojonegoro
Di Kabupaten Bojonegoro, entah mulai kapan, muncul mitos bahwa Presiden RI tak berani datang. Dan buktinya, memang Bojonegoro tak pernah didatangi presiden, mulai Suharto hingga Joko Widodo kini.
Salah satu contoh adalah Presiden Jokowi yang harusnya meresmikan Bendungan Gongseng di Bojonegoro. Namun, akhirnya Presiden Jokowi meresmikannya melalui daring dari Trenggalek. Mitosnya, jika presiden datang ke Bojonegoro, maka akan lengser.
Konon mitos itu bersumber dari cerita zaman dulu tentang Arya Penangsang yang melewati sungai Bengawan Solo dan masuk wilayah Bojonegoro kini, yang kalah berperang melawan Raja Pajang. Kesaktian Arya Penangsang hilang secara tiba-tiba. Sehingga dirinya kalah dan mati dalam peperangan saat itu.
Tentu saja, sebagian warga tidak mempercayai cerita itu, namun sebagian mempercayainya. Dengan bukti, tak ada presiden yang datang ke Bojonegoro.
3. Mitos Macan Tutul Gaib Penunggu Gunung Pandan
Mitos ini berawal dari kisah orang sakti yang menunggui gunung pandan, yang berada di wilayah selata Kabupaten Bojonegoro. Konon, ia ahli pengobatan dan bernama Eyang Derpo.
Selain Eyang Derpo, hutan di Gunung Pandan juga dihuni macan tutul. Kemunculan macan ini merupakan satu pertanda gaib. Menurut kepercayaan warga, ketika macan itu muncul, artinya doa yang dipanjatkan oleh warga yang mendaki gunung pandan terkabul setelah berziarah dan berdoa di goa kecil tempat petilasan Eyang Derpo.
Nama gunung pandan sendiri muncul menyusul rasa kagum eyang Derpo kepada Nyi Gendrosari, seorang bangsawan Surakarta. Melihat banyak tanaman pandan, akhirnya Nyi Gendrosari menamai tempat tersebut sebagai Gunung Pandan.
4. Mitos warga Bojonegoro-Cepu Dilarang Mendaki Gunung Lawu
Warga Bojonegoro dan Cepu konon tidak boleh mendaki ke gunung lawu. Mitos ini berawal dari kisah Raja Brawijaya VII, yang merupakan raja terakhir kerajaan Majapahit, memiliki beberapa putra. Putra nomor 5 bernama Bondan Gugur.
Bondan Gugur inilah yang dipercaya hingga kini membayangi puncak gunung lawu. Ceritanya, Majapahit di bawah Raja Brawijaya VII bertempur melawan Adipati Bojonegara dan Cepu, dan Bondan Gugur dikejar oleh prajurit Bojonegoro hingga sampai ke puncak gunung lawu. Ia ditolong orang sakti yang kemudian membawanya menjadi raja di puncak gunung lawu. Ia berpermaisuri Nyi Roro Kidul.
Raja Bondan Gugur yang dikenal dengan Sunan Lawu mempunyai dua senopati yang selalu melihat siapa saja yang mendaki gunung lawu.