Penulis: Kajar Alit Djati
Sungai Bengawan Solo adalah arteri alam yang mengalir sepanjang ±600 kilometer. Bermula dari Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, hingga bermuara di Laut Jawa dekat kota Gresik, Jawa Timur. Menjadi salah satu sungai terpanjang di Pulau Jawa, Bengawan Solo menyisiri 20 kota dan kabupaten di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dalam masa lalu, Sungai Bengawan Solo memegang peran sentral sebagai jalur penghubung antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fungsinya tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, namun juga memengaruhi berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, politik, dan militer. Masyarakat Jawa menggunakan sungai ini sebagai sarana transportasi yang efisien, memudahkan berbagai aktivitas dari perdagangan hingga perjalanan ke berbagai wilayah.
Catatan sejarah membuktikan pentingnya sungai ini. Prasasti Wonogiri dari Kerajaan Mataram Kuno (903 M) adalah salah satu contoh yang mencatat perintah Raja Balitung untuk membangun pusat perdagangan dan pemukiman di sekitar Sungai Bengawan Solo, guna memastikan keamanan dan kelancaran arus transportasi dan perdagangan di sepanjang aliran sungai ini. Raja Balitung bahkan memberikan keringanan pajak kepada warganya yang ikut membangun dan merawat daerah-daerah di sekitar aliran sungai ini sebagai imbalannya. Pada masa Majapahit di abad ke-14, sungai ini terekam dalam prasasti Canggu tahun 1280 Çaka (1358 M), yang menyebutkan berbagai desa pelabuhan di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo.
Semanggi, yang sekarang dikenal sebagai Solo, juga menjadi tempat penyeberangan yang penting dan pusat niaga bagi kapal dagang yang berlayar di sungai ini.
Peran Strategis Masa Kesultanan Mataram Islam
Selain itu, Sungai Bengawan Solo juga memainkan peran strategis pada masa Kesultanan Mataram Islam. Pada abad ke-17, saat Surabaya direbut oleh VOC dari kekuasaan Mataram, sungai ini menjadi salah satu sektor penting, terutama dalam distribusi barang dari wilayah pedalaman Solo menuju Surabaya.
Dengan berkembangnya industri perkebunan gula pada akhir abad ke-19, kereta api mulai menggeser peran sungai sebagai sarana transportasi utama, khususnya dalam distribusi hasil-hasil perkebunan.
Sebagai garis hidup Jawa Tengah dan Jawa Timur, riwayat Sungai Bengawan Solo mencerminkan keberagaman peristiwa dan perubahan yang membentuk sejarah dan budaya Jawa.
Berdasarkan Prasarti Canggu yang bertarikh 1280/1358 M menyebutkan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo terdapat 44 desa penambangan yang dikenal dengan desa pinggir sungai atau Naditirapradesa.
Deskripsi Sungai Bengawan Solo
Sungai Bengawan Solo punya panjang ± 600 kilometer. Sungai terpanjang di Jawa ini memiliki 2.200 anak sungai dengan melewati 20 kota dan kabupaten di provinsi
Jawa Tengah dan Jawa Timur (Data Pemkot Solo, 2014).
Sungai Bengawan Solo terbagi menjadi tiga zona utama, yaitu zona hulu, tengah, dan hilir. Zona hulu terletak di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri. Zona tengah berada di sekitar Waduk Gajah Mungkur dan melalui beberapa kabupaten seperti Karanganyar, Sukoharjo, Klaten, Sragen, dan Ngawi. Zona hilir terletak di Kali Madiun, Blora, Bojonegoro, Lamongan, Tuban, hingga Gresik di Desa Ujungpangkah.
Sungai Bengawan Solo telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena digunakan untuk pertanian, menyimpan air hujan, dan menyediakan air bersih.
Ada perbedaan dalam pola belokan sungai Bengawan Solo purba dengan yang kita lihat sekarang. Hal ini disebabkan oleh longsor, pengangkatan tanah akibat tumbukan lempeng, dan sedimentasi. Bentuk aliran sungai Bengawan Solo sekarang lebih lurus dibandingkan dulu.
Teras purba dari sungai ini baru ditemukan pada tahun 1908 oleh Elbert, setelah Eugine Dubois melakukan penggalian fosil manusia purba pada tahun 1894. Daerah pinggir sungai ini terbuat dari dataran alluvial yang memiliki tanah mudah tergerus, sehingga rawan terjadi longsor. Longsoran ini menutup beberapa belokan dari sungai purba, membentuk aliran seperti yang kita lihat sekarang.