Djoyo itu terinspirasi kakek saya yang umurnya 125 tahun. Djoyo juga doa ibu saya agar usaha saya terus jaya
***
Bertani bagi kebanyakan anak muda bukan pilihan menarik. Tapi tidak bagi Fatkul Ilma. Pemuda 27 tahun ini membuktikan, bertani adalah jalan hidup yang menyenangkan dan membuahkan hasil besar.
Tak sekadar bertani tradisional, Fatkul Ilma juga menciptakan beberapa inovasi sistem pertanian yang diawali dengan coba-coba. Ia membangun greenhouse, sistem pengariran yang efektif dengan biaya lebih ekonomis.
“Waktu itu lulus mondok dan kuliah dari Tuban. Pulang, meneruskan bapak sebagai petani,” kata Ilma di awal Agustus, saat panen melon. Ia menceritakan awal mula terjun di bidang pertanian. Usai nyantri, tahun 2020 ia hanyalah anak muda yang belum tahu tentang pertanian. Lalu, ia bertekad memulai percobaan-percobaan.
“Awalnya jadi petani biasa. Belum membuat greenhouse kayak gini,” tambahnya menunjukkan greenhouse berukuran 1.000 meter persegi dengan kapasitas 2.000 tanaman yang kini dikelolanya.
Greenhouse tersebut cukup luas, berada di RT 23 RW 02 Desa Bendo Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro. Di awal Agustus, saat panen dijadikan Wisata Petik Melon. Setiap hari ada sekitar 50 orang yang berkunjung. Selain dapat memetik melon hingga puas, pengunjung juga bisa belajar bertani kepada Fatkul.
Di ‘rumah kaca’ itu ada mesin pertanian yang dirancang oleh Fatkul sendiri. Penyiraman, pemberian pupuk dan sirkulasi udara diatur secara otomatis menggunakan mesin hasil inovasinya. Butuh waktu lama melakukan berbagai uji coba untuk mempermudah pekerjaannya.
“Jadi ada banyak barang yang terbuang ketika saya melukan uji coba ini. Jika ahli Korea membuat mesin ini dengan biaya sekitar Rp 150 juta, saya hanya mengekuarkan Rp 5-10 juta,” paparnya.
Ilmu itu ia dapat ketika magang di Malang yang dimentori ahli pertanian asal Korea. Tidak hanya mesin, Fatkul juga sedang berinovasi mengganti media tanam dari cocopeat menjadi sistem tanam hidroponik.
“Sebenarnya awal kali bikin greenhouse untuk pembibitan cabai. Cabai itu kan sampai satu tahun, proses nunggu ini yang bikin greenhouse nggak terpakai. Akhirnya coba-coba melon karena harga yang relatif stabil,” ucapnya.
Saat itu greenhouse-nya berukuran 4 x 6 meter persegi saja. Panen melon kelima baru menemukan formula yang cocok. Lalu panen lagi kedua kali, ia membuat greenhouse sebesar 6 x 10 meter persegi.
“Dua kali panen lagi buat yang ukuran 6 x 19 meter persegi. Panen lagi dua kali baru buat yang 1.000 meter persegi,” jelas laki-laki bertopi rimba itu.
Kini, setelah jatuh bangun, Ilma bisa menghasilkan melon 2 ton sekali panen. Bahkan, Ilma kini menjadi penyuplai melon di supermarket Kawasan Surabaya dan Malang.
Memperoleh untung dari pertanian, bukanlah tujuan utamanya. Bagi Ilma, yang terpenting adalah kebermanfaatan. Karena itulah dia terus berbagi ilmu dan pengalam kepada banyak orang demi terciptanya regenerasi petani yang menggunakan teknologi.
Tahun 2023, Ilma bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Dinas Pemuda dan Olahraga Bojonegoro untuk mengenalkan, mengajari dan melakukan regenerasi pertanian kepada kaum muda maupun tua. Karena itulah greenhouse-nya diberi nama Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Djoyo Tani.
“Djoyo itu terinspirasi dari kakek saya yang umurnya sampai 125 tahun. Djoyo juga merupakan doa ibu saya agar usaha saya yang ini awet dan terus jaya,” terangnya.
Ia bercerita sebelum membangun greenhouse ini sempat beternak lele hingga memiliki enam kolam. Pernah menjadi kurir paket dan membuka bengkel service elektronik juga. Terakhir ia bekerja sebagai tenaga TI di instansi pemerintah. Petani merupakan profesi paling lama yang ia jalani.
Ilma makin dikenal di dunia pertanian karena P4S Djoyo Tani yang banyak menerima magang baik oleh siswa maupun mahasiswa. Salah satunya dari Universitas Bojonegoro. Selain itu ia juga membuka kemitraan bagi siapapun yang ingin belajar pertanian modern. Terhitung sampai sekarang, Ilma sudah memiliki banyak mitra yang tersebar di Bojonegoro, Dander, dan hingga keluar daerah seperti Kediri, Mojokerto, Malang, dan Tuban.
“Kita buatkan bangunan, kita berikan SOP, pupuk, kita lakukan pendampingan, jika sudah panen kita beli dengan harga sesuai perjanjian. Karena sudah ada SOP nya jadi tahu mana yang harus dilakukan, tentunya sesuai prosedur,” paparnya.
Bagi Fatkul Ilma, bertani itu mudah jika terbiasa, sulit karena belum tahu caranya. Masalah-masalah yang dihadapi ketika bertani langsung teratasi karena ia sudah memiliki SOP. Bertani menjadi lebih menyenangkan.[nf]