Anda pernah mendengar nama Jaka Prabangkara? Atau dalam ketoprak tempo doeloe, dikenal dengan nama Sungging Murbengkoro? Jika belum, baiklah saya akan suguhkan kisah itu.
Alkisah, Raja Majapahit Brawijaya V memiliki kegemaran menyamar sebagai rakyat biasa. Hal itu untuk melihat secara langsung kondisi kemakmuran rakyat Majapahit. Dan pada saat menyamar dan singgah di rumah seorang mantri jagal, sang raja melihat anak perempuan mantri jagal yang cantik. Perempuan itu adalah janda kembang. Tergetarlah hati sang raja melihat paras cantiknya. Hingga, akhirnya raja dan janda itu melakukan hubungan percintaan.
Beberapa kemudian, lahirnya seorang bayi yang diberi nama Jaka Prabangkara. Sayangnya sang raja menolak mengakuinya. Akan tetapi, di kemudian hari, Jaka Prabangkara mengabdi di keraton Majapahit. Ia menjadi seorang lurah. Bakatnya melukis luar biasa, hingga ia dijadikan oleh Raja Brawijaya V sebagai juru lukis istana.
Lalu, bagaimana kisah hidup Jaka Prabangkara selanjutnya? Sebelum menguraikan kisahnya, lebih baik saya uraikan lebih dulu tentang asal mula adanya kisah Jaka Prabangkara ini. Kisah ini bermula dari Babad Jaka Tingkir yang ditulis oleh Raja Pakubuana VI, penguasa Keraton Surakarta (1823-1830). Ia naik tahta pada usia 16 tahun. Kontra dengan Belanda, ia dibuang ke Ambon hingga wafatnya pada 1849.
Baiklah, kita tak akan banyak membincang Sang Raja di sini. Tapi, kita kembali ke Jaka Prabangkara. Kisah ini menjadi bagian dari kisah-kisah lain yang diceritakan dengan sungguh bagus dalam babad. Babad Jaka Tingkir ini kemudian diteliti dan diterjemahkan oleh Nancy K Florida, menjadi sebuah buku bagus berjudul Menyurat yang Silam Menggurat yang Menjelang, diterbitkan oleh Bentang pada 2003. Tapi, kisah Prabangkara ini juga kemudian disadur oleh Fairul Zabadi dan diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tahun 2016.
Jaka Prabangkara sangat pandai melukis. Apa saja dilukisnya. Prabu Brawijaya V menitahkannya melukis gunung, samudera, hutan, dan segala yang ada di alam raya. Semua dikerjakan dengan sungguh luar biasa. Siapapun yang melihat hasil lukisannya akan terkagum-kagum. Raja sangat bergembira hati. Dan pada suatu hari, Sang Raja memerintahkan Jaka untuk melukis sang permaisuri, Ratu Mas Andarawati. Hasilnya juga sungguh mengagumkan, sangat mirip.
Tapi, ada yang membuat ganjalan di hati Sang Raja. Yakni satu noda di bagian tubuh tertentu Sang Permaisuri. Sang Raja marah dan menanyakan ke Jaka Prabangkara. Dijawab oleh Jaka bahwa noda hitam itu adalah percikan tinta. Tapi, ternyata Raja mengetahui bahwa noda itu adalah tahi lalat. Raja menyimpulkan, Jaka mengetahui tahi lalat itu. Raja pun cemburu, jangan-jangan Jaka telah melakukan hal-hal buruk dengan Permaisuri? Raja marah dan akan mengukum mati Jaka.
Tapi, keputusan itu kemudian diubah setelah berdiskusi dengan Mahapatih. Jaka harus keluar dari Majapahit tanpa ada yang tahu. Sang Mahapatih kemudian menyiapkan skenario cerita. Jaka Prabangkara diminta untuk melukis segala apa yang ada di langit. Mulai bintang, bulan, pelangi, meteor, dan semuanya. Jaka kemudian diterbangkan dengan layang-layang besar yang dilengkapi segala kebutuhan melukis dan kebutuhan makan sehari-hari. Pesan Sang Raja, bahwa jangan turun hingga sampai di China.
Di sini, kita sebenarnya bisa menganalisis. Tergantung dari sudut pandang apa. Kita bisa melihat bahwa di era Majapahit, sudah bisa membuat layang-layang besar yang dihuni manusia. Jika kisah Jaka Prabangkara hanya mitos, setidaknya kita bisa tahu adanya imajinasi alata tau teknologi terbang membawa manusia. Dari Majapahit ke China.
Singkat kisah, Jaka sampai di China dan layang-layangnya jatuh di sebuah desa terpencil, Desa Yutwai. Di situ hidup keluarga miskin, janda Kim Liong bersama anak gadisnya Kim Muwah. Jaka kemudian diambil sebagai anak. Ia terus melukis dan membawa berkah bagi keluarga Kim. Hingga keluarga itu bisa menjadi kaya raya. Jaka terkenal seantero China sebagai pelukis hebat. Hidup Bahagia bersama keluarga janda Kim.
Ketenaran Jaka sampailah ke Raja China, Raja Ong Te. Diutuslah punggawa untuk menjemput Jaka. Setelah diketahui bahwa Jaka dari Majapahit, maka makin dekatlah hubungan mereka. Karena Raja Brawijaya juga memperistri Putri China. Singkat cerita, Jaka kemudian dinikahkan dengan cucu sang raja, Siti Tumiyan. Nama Jaka Prabangkara pun makin tersohor. Jaka Prabangkara juga kemudian menikahi Kim Muwah. Mereka semua hidup Bahagia.