Awal Desember 2024. Udara dingin pagi tak menghamb warga beraktivitas. Jalanan desa sedikit ramai. Bapak-bapak dengan membawa perlengkapan tani berjalan ke ladang. Beberapa lainnya dengan menggunakan motor sambil membawa tas anyaman plastik berisi beras yang akan diselep.
Yunis, Bu Kades Ngarum, Kecamatan Grabagan, Kabupaten Tuban, pagi itu mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat serabeh, sebagian bahan sudah disiapkan kemarin sore. Bahan-bahan yang diperlukan membuat serabeh meliputi beras, santan, garam, kemiri, gula jawa. Beras yang sudah dipersiapkan Bu Kades akan dibawa ke bawah di Desa Klumpit Kecamatan Soko Tuban untuk diselep menjadi tepung. Desa Klumpit memang posisinya di bawah Desa Ngarum dan berada di pegunungan kapur.
Menurut Bu Kades, serabeh itu akan dipakai untuk tradisi Serabehan di Desa Ngarum. Serabehan sudah menjadi tradisi di Desa Ngarum ketika musim tanam jagung. Mayoritas warga berprofesi sebagai petani yang sebagian besar hasil panennya berupa jagung dengan mengandalkan air hujan. Ketika hujan turun menjadi awal menanam jagung.
Selama setahun, masyarakat Desa Ngarum akan menanam jagung dua periode. Tradisi Serabehan dilaksanakan satu tahun sekali waktu akan laboh pas Jumat pahing. Biasanya berada di bulan November atau Desember. Tahun ini Tradisi Serabehan dilaksanakan pada bulan Desember.
“Ada yang sudah membuat serabeh hari Rabu kemarin, untuk diberikan kerabat dan keluarga yang jauh,” cerita Bu Kades.
Dalam tradisi Serabehan, jajanan kuliner tradisional itu, dibagikan ke tetangga terdekat dan kerabat. Dan sebagian warga ada yang membawa serabeh ke musholla untuk “diikutkan” bancaan (syukuran).
Serabeh yang dibawa ke bancaan merupakan jenis serabeh dengan kuah gula jawa. Ukurannya sedikit besar dari biasa serabeh yang dijual di pasar. Pembuatan serabeh dimulai dari Beras yang sudah dicuci diselep menjadi tepung, kemudian dicampur santan dengan bumbu garam secukupnya dan kemiri. Serabeh dimasak di pawon dengan api kecil dalam wajan tanah ukuran sedang. “Menggunakan kemiri supaya serabeh bisa bolong-bolong,” kata Bu Kades.
Sedangkan kuah serabeh dibuat menggunakan santan dicampur gula merah. Bu Kades bercerita bahwa dia belajar membuat serabeh dari ibunya dulu. Hampir semua warga Ngarum membuat serabeh, bahkan sebagian dibawa ke lembaga sekolah. Para orang tua murid akan membawakan serabeh ke sekolah.
Fahmi salah satu murid kelas dua SD Ngarum membenrkan jika orangtuanya di rumah membuat serabeh. “Iya di rumah buat serabeh, tapi aku suka kuahnya saja” katanya polos.
Tradisi Serabehan Dulu dan Kini
Sementara itu, Darsilah perempuan berusia sekitar 60 tahun, salah satu warga Desa Ngarum, saat aku temui di rumahnya Jumat (6/12/2024) bercerita perbedaan tradisi Serabehan di Desa Ngarum dulu dan sekarang. Menurut dia, dulu syukuran (bancaan) serabeh dimulai pagi pukul 5 usai sholat subuh. Serabeh dibawa ke rumah petinggi (kepala desa) dijadikan satu, untuk didoakan oleh Kyai Desa (pemimpin doa). Masyarakat berkumpul membawa uang seikhlasnya yang akan dimasukkan ke dalam kotak, nantinya uang tersebut diberikan kepada Kyai yang memimpin doa. Uniknya, dulu ketika mengucapkan amin dalam doa hanya sekali saja.
“Dulu, caranya dipasrahkan untuk tolak balak segala penyakit,” tutur Mbah Darsilah sambil tersenyum mengenang serabehan di masa lampau.
Kenapa harus serabeh? Mbah Darsilah menjelaskan bahwa dari dulu merupakan tinggalan embah-embah, nenek moyang. Generasi sekarang tinggal meneruskan saja. “Setahun sekali harinya harus Jumat Pahing, kalau sudah menanam jagung. Pasrah, hajatnya orang satu desa Ngarum,” jelasnya.
Sekarang, warga Desa Ngarum bertambah banyak. Tradisi Serabehan tidak lagi dibawa ke rumah petinggi. Cukup dibawa di langgar terdekat, atau di rumah sendiri-sendiri dan mengundang tetangga terdekat, berkelompok dan bergantian satu rumah ke rumah lainnya atau dibarengkan bancaan malam Jumat Pahing dan pagi harinya, sesukanya. Mirip tradisi megengan menjelang puasa di sejumlah desa lainnya.
“Dulu ketika hendak bancaan, petinggi akan mengetok thong-thongan di rumahnya. Suaranya terdengar keras. Thong, thong, thong. Darsilah tersenyum mengenang masa itu. Thong-thongan merupakan kentongan besar yang terbuat dari kayu. Diceritakan Darsilah kentongan besar tersebut harus dimiliki petinggi.
Darsilah masih melakukan Tradisi Serabehan yang dipercaya dulu dengan harapan untuk tolak balak yakni dengan meletakkan satu tumpuk serabeh dibungkus dan ditaruh di pojok depan rumah. “Dibungkus daun atau kresek di gantung di atas pintu atau teras. Itu aku taruh di pojok,” katanya sambil menunjukkan serabeh yang sudah dibungkus kresek di pojok depan rumah.
Tradisi Serabehan hanya dilakukan di Desa Ngarum. Desa tetangga yang dekat tidak melakukan tradisi ini. Masyarakat membuat serabeh untuk dibagikan sebagai bentuk rasa syukur dan harapan tolak balak segala penyakit. “Anak muda sekarang, jika ditanya Serabehan. Ya tahunya buat serabeh, ada serabeh ikut makan. Untuk menandai awal tanam jagung,” pungkasnya.[nf]