Langit cerah. Sinar matahari menyengat. Suasana sepi menyelimuti situs perahu besi kuno di Desa Ngraho Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro, Minggu (09/09/2024). Sebelum sampai situs, jalan persawahan menghampar. Selain berdekatan dengan aliran Bengawan Solo, perahu besi kuno ini juga dekat dengan pemakaman umum desa dan persawahan warga.
Situs perahu besi kuno ini, lebih tepatnya berada punden Eyang Suro Projo (Mbah Pung) yang masih saudara dengan Mbah Gimbal di Dusun Bringan, Desa Ngraho.
Jika ditilik letaknya, situs perahu besi kuno ini masuk wilayah RT 12. Ada dua akses jalan yang dapat ditempuh untuk menuju situs perahu kuno. Pertama melewati jalan pedesaan. Dari tugu selamat datang Desa Ngraho, jalan lurus, setelah menemukan belokan kedua ke arah kiri, lurus di wilayah RT 12. Jalur kedua, melewati jalan kecil di antara persawahan warga. Namun akses ini kurang bagus ketika musim hujan, karena kondisi jalan sebagian masih tanah. Akses ini bisa dilewati mobil.
Perahu berada di atas bangunan beton yang bawahnya dibuat kolam renang berisi ikan koi dan tanaman bunga teratai. Dekat perahu terdapat rantai yang ditemukan setahun setelah perahu ditemukan pada 2014. Tidak jauh dari tempat rantai ada taman kecil dengan patung Dewi Sri.
Tanaman dan bunga-bunga tumbuh subur di pinggir gapura. Terdapat satu kran air dengan selang panjang, satu sapu, beberapa sisa dupa di tempat tertentu. Di samping perahu ada beberapa bangunan tiang yang belum selesai dikerjakan.
Di dekat situs perahu besi kuno terdapat dua rumah warga yang terpencil dari permukiman warga lainnya. Saya menemui warga yang sedang duduk santai bercengkerama di teras rumah. Namun, seorang laki-laki paruh baya menolak memberi keterangan dan menyarankan ke Pak RT setempat. Ketika berhasil bertanya ke Pak RT, ia juga menolak memberi keterangan dan diarahkan ke Pak Towo yang dikenal sebagai juru kunci. Bahkan, salah satu perangkat desa juga mengarahkan ke Pak Towo.
Saya akhirnya bertemu Pak Towo pada Selasa (11/09/2024)selepas maghrib di rumahnya. Laki-laki berusia 59 tahun tersebut memiliki nama lengkap Towo Rahadi. Dialah yangmemprakarsai pengangkatan perahu pada saat menjabat Kepala Desa Ngraho pada 2013. Dia kemudian dikenal sebagaijuru kunci pesarean eyang suro Projo sekaligus situs perahu besi kuno.
“Yang menjaga perahu ya saya. Pernah dulu diadakan raker, tapi tidak ada yang mau menggantikan karena takut. Kalau disana-sana juru kunci itu sekedar jaga makam dan arwah, danini kan beda,” jelasnya.
Pak Towo menjelaskan untuk perawatan perahu kuno dilakukannya sendiri bersama warga sekitar dari pertama perahu ditemukan. Dia mengakui pembangunan situs perahu besi kuno salah satunya tidak sedikit berasal dari sumbangan orang-orang luar yang datang untuk melihat perahu.
Ia kemudian memberikan saya buku kumpulan dokumentasi perawatan situs perahu besi kuno yang dibuatnya sendiri. Buku itu berisi foto-foto disertai tanggal pelaksanaan. Jika diperinci begini kira-kira:
- Perahu pertama diangkat ke pesarean (punden) pada tanggal 27 Juni 2013.
- Pada 23 November 2020 situs perahu kuno didatangi arkeolog ternama, Lutfi dari Unibraw
- Pada 31 Maret 2022 pemutakhiran data dari BPCB Trowulan. Meneruskan pembuatan kolam permanen di bawah perahu pada 18 Mei 2022, pembangunan berkelanjutan sampai selesai.
- Dilanjut 21 Mei 2022 tanam pohon pule di dalam dan luar gapura.
- Pemasangan papan nama pada 23 Mei 2022.
- Penanaman bunga teratai di kolam pada 26 Mei 2022.
- Didatangkan patung Dewi Sri dari Trowulan pada 14 Juli 2022.
- Pada 6 juli 2022 dilakukan rapat di balai desa Ngraho, bahwa situs perahu kuno Desa Ngraho akan didatangi oleh misi ekspedisi Bengawan Solo (MEBS) selama tiga hari (29-31 juli 2022) danpekan budaya akan dilakukan pada tiga hari itu.
- Pada 31 Juli 2022, dilakukan kirap gunungan hasil bumi diiringi reog Ponorogo dan tari sandur. Tari sandur dilakukan di depan pesarean dan situs besi kuno.
“Seharusnya (statusnya) sudah cagar budaya, karena sudah diajukan di Kementerian di Jakarta. Tapi mundur-mundur. Pada 2022 Tim Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Indonesia datang. Sudah Tanda tangan, tinggal penetapannya. Tapi tidak langsung cagar budaya, ada proses panjang,” tuturnya.
Pak Towo menambahkan pada 2024 ini situs perahu besi kuno Desa Ngraho rencananya akan ditetapkan sebagai cagar budaya. Jika demikiam, perahu akan menjadi milik negara. Hanya perahu. Situs ini ramai ketika bulan Suro. Acara manganan dan kegiatan lain dilakukan di situ.
Sebagai juru kunci, Pak Towo mempunyai cerita sendiri. Menurut dia, perahu besi kuno sudah ada pada tahun 1300. Jauh sebelum datangnya penjajah Belanda. Dia menjelaskan bahwa belum adanya las, maka perahu dibuat menggunakan teknik keling atau menyambungkan dengan paku.
Perahu sempat direstorasi, karena perahu saat ditemukan kondisi rusak parah. Perahu juga dilakukan pengecatan. “Awal ketemu rusak, besi berkelok. Jadi perlu mengencangkan, ngenteng,” ujarnya.
Pak Towo menuturkan butuh tiga tahun untuk mengenteng atau restorasi. Waktunya panjang dan melibatkan biaya besar. Ada bagian perahu yang kerowok atau lubang. Biaya membeli plat besi untuk menambal seharga Rp 4 juta satu lembarnya. Sedangkan untuk ngenteng besi yang digunakan tidak besi seperti biasanya.
“Besi yang digunakan, tidak besi biasa. Besi pusaka yang campurannya lebih dari 10. Jadi unik, apalagi pembuatan sebelum ada las,” terangnya.
Dia berharap dengan penyerahan perahu kuno ke negara, akan lebih baik. Karena negara punya cara khusus untuk merawatnya. Ia juga berharap situs perahu besi kuno ini besok akan menjadi wisata religi. Sedangkan bangunan tiang yang belum selesai dekat perahu akan dibuat penutup perahu yang pembangunannya masih dalam proses.[nf]