Penulis: Kajar Djati
Pada masa puncak perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama pada masa agresi Belanda kedua tahun 1949, perlawanan ada di mana-mana. Di wilayah Bojonegoro, perlawanan terakhir terpusat di wilayah Temayang (dulu masuk Kecamatan Sugihwaras) yang merupakan wilayah hutan, memudahkan pasukan gerilya melawan Belanda.
Temayang menjadi saksi bisu ketangguhan dan semangat juang para pejuang Bojonegoro dalam menghadapi serangan agresi Belanda. Tak tanggung-tanggung, Belanda terus membombardir serangan ke Temayang. Hingga tecatat dalam sejarah, bahwa ada enam serangan yang menguji keberanian dan keuletan para pejuang, masing-masing membawa cerita tersendiri. Ketika pasukan Belanda gagal menguasai Temayang, serangan diulangi lagi, dan lagi hingga enam kali.
Gambaran bagaimana perlawanan pejuang Bojonegoro mempertahankan wilayahnya, salah satunya ditulis oleh Marshanda Fuitria Intan (Universitas Negeri Malang) dalam tulisan yang diunggah di jurnal Historiography Vol 2 No 1 Januari 2922. Tulisan berjudul Revolusi Fisik di Kabupaten Bojonegoro tahun 1948-1949.
Temayang menjadi pusat perlawanan lantaran, pasukan pejuang didesak oleh Belanda dari berbagai sisi, terutama dari arah Tuban (utara). Sehingga, pasukan pejuang memilih Temayang lantaran letak geografisnya yang dirasa strategis.
Bagaimana gambaran enam serangan Belanda di Temayang?, Berikut ulasannya:
1. Serangan Pertama: Pengenalan Medan (15 Maret 1949)
Serangan pertama Belanda diluncurkan pada 15 Maret 1949, melibatkan sekitar satu kompi pasukan Belanda. Tujuan utama adalah pengenalan medan perang, memudahkan serangan berikutnya. Sayangnya, serangan ini menelan korban, termasuk gugurnya Sersan Subardi dan Kopral Tugino.
2. Serangan Kedua: Mengejar Markas (Akhir Maret 1949)
Serangan kedua terjadi pada akhir Maret dengan pasukan sekitar satu kompi. Markas Komando Brigade I Ronggolawe menjadi sasaran utama. Namun, upaya ini berhasil dibendung oleh pasukan di bawah komando Mayor Basuki Rahmad dan Kapten Siswadi.
3. Serangan Ketiga: Kegagalan Penaklukan
Meskipun serangan ketiga dilakukan pada bulan berikutnya, hasilnya tetap sama. Pasukan Belanda belum mampu menguasai Temayang.
4. Serangan Keempat: Penangkapan Para Pemimpin (Malam Idul Fitri)
Pada malam Idul Fitri, serangan keempat digelar dengan kekuatan sekitar dua kompi. Target utama adalah penangkapan para pemimpin perang. Penggeledahan di Dukuh Kalibedah Desa Kedungsari dilakukan untuk mencapai tujuan ini.
5. Serangan Kelima: Menguatkan Determinasi (15 Juni 1949)
Serangan kelima pada 15 Juni 1949, menandai keteguhan hati para pejuang di Desa Temayang.
6. Serangan Terakhir: Gugurnya Pahlawan (Awal Agustus 1949)
Serangan terakhir pada awal bulan Agustus mengakibatkan gugurnya beberapa pahlawan Indonesia, termasuk Sersan Kusman, Kopral Kasan, dan beberapa prajurit.
Serangan berulang ini mewajibkan para pejuang untuk fokus pada perang. Masyarakat sekitar berkontribusi dengan memberikan bantuan kepada pasukan, terutama dalam bentuk makanan. Untuk mendukung upaya perang, diterapkan Peraturan Fonds Perang pada 9 Juni 1949, yang meminta kontribusi finansial dari setiap keluarga, atau sumbangan hasil pertanian bagi yang tidak mampu.
Dengan semangat juang dan dukungan dari masyarakat, Desa Temayang tetap kokoh dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah perlawanan bangsa.