Penulis: Kajar Djati
Bojonegoro, sebuah kabupaten yang dilalui oleh sungai Bengawan Solo, menyimpan sejumlah peninggalan bersejarah. Sungai Bengawan Solo dikenal sebagai jalur pelayaran di pedalaman Jawa.
Di Desa Padang, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro ditemukan perahu kuno pada Oktober 2005. Perahu ini kemudian diangkat dari sungai dan dipindahkan ke sebuah areal persawahan tak jauh dari lokasi temuan awal. Gading lambung perahu ini mengungkapkan tahun 1612. Artinya perahu tersebut digunakan pada masa pemerintahan Kesultanan Mataram dan periode VOC. Jenis perahu ini dikenal sebagai Janggolan, yang biasa digunakan untuk kegiatan perdagangan oleh Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Paku Buwono V.
Perahu Janggolan adalah jenis perahu tradisional yang sering dijumpai di Jawa dan Madura, umumnya digunakan untuk niaga dalam jarak sedang hingga jauh.
Perahu Kuno Trucuk Dibuat dari Kayu Jati Berkualitas
Dikutip dari peneltian MArshanda Fitria Intan, yang dipublikasikan di Prabayaksa: Journal of History Education Volume 2, Nomor 1, Maret 2022, disebutkan perahu kuno Trucuk, berdasarkan bentuk dan teknik pembuatannya, merupakan sebuah marvel dari konstruksi kayu jati. Dengan panjang mencapai 25,10 meter dan lebar 3,8 meter, perahu ini mengesankan dengan kesan kokoh dan imposannya. Dibuat dari papan kayu jati yang tersusun dengan rapi, perahu ini merupakan karya ahli tukang kayu masa lalu. Gading kapal dan papan kayu jati dihubungkan dengan menggunakan sistem pasak dan tali ijuk, menciptakan struktur yang kuat dan tahan lama. Di dalam perahu, terdapat blandar kayu yang menghubungkan bagian kanan dan kiri dari lambung perahu, menambah kestabilan konstruksi.
Seluruh rangkaian perahu ini terdiri dari bagian haluan, lunas, gading, dan buritan, yang merupakan inti dari kekuatan keseluruhan struktur. Semua bagian tersebut tersusun dengan menggunakan sistem pasak dan diikat dengan tali ijuk, menciptakan suatu kesatuan yang kuat. Di bagian ujung perahu, terdapat gambar panah yang dikelilingi oleh bentuk lingkaran, memberikan sentuhan seni pada konstruksi fungsional ini.
Selain itu, terlihat gambar yang mirip dengan bunga teratai yang, meskipun telah memudar, masih menunjukkan keindahannya di bagian gading kapal. Beberapa komponen perahu telah mengalami perubahan seiring berjalannya waktu, termasuk gading perahu yang bertahun 1912, kusen pintu di bagian depan rumah-rumahan di atas perahu, dan fragmen komponen rumah-rumahan yang dihiasi oleh dua bunga matahari berwarna merah.
Semua ini menjadi bukti kehebatan teknik dan keindahan artistik dari perahu kuno Trucuk, mengisahkan kisah masa lalu yang patut dijaga dan dihargai.
Membayangkan Sisa-sisa Kejayaan Masa Lalu
Untuk mengapresiasi keberadaan perahu kuno ini, Anda dapat mengunjungi Desa Padang di Kecamatan Trucuk, Bojonegoro. Di sini, Anda akan dapat melihat langsung peninggalan bersejarah ini dan merasakan atmosfir sejarah yang tersirat darinya.
Anda bisa membayangkan bagaimana perahu ini pernah mengarungi Bengawan Solo pada masa Kesultanan Mataram. Selain itu, mengetahui bahwa perahu ini digunakan untuk kegiatan perdagangan memberi kita wawasan tentang kehidupan ekonomi dan kultural pada masa itu.
Tak hanya itu, selama kunjungan Anda, Anda juga bisa mendengar kisah-kisah menarik tentang sejarah lokal dari penduduk setempat. Mereka mungkin memiliki cerita rakyat atau legenda terkait perahu ini yang akan menambahkan dimensi baru pada pengalaman Anda.
Tentu, sebagai pengunjung, penting untuk menghormati dan menjaga keaslian peninggalan ini. Jangan melakukan tindakan vandalisme atau merusak struktur perahu. Jaga kebersihan area sekitar dan hormati instruksi dari pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan situs sejarah ini.
Dengan mengunjungi dan memahami sejarah perahu kuno ini, kita dapat lebih menghargai warisan budaya dan sejarah Indonesia, serta mempertahankan peninggalan berharga ini untuk generasi mendatang.