Penulis: Kajar Djati
Makan tak cuma urusan perut. Tapi, makan juga mempunyai banyak makna, dari transfer budi pekerti hingga berkaitan pola asuh anak. Sehingga, cara makan menjadi hal penting bagi keluarga zaman dulu, terutama keluarga di Jawa.
Dalam buku berjudul Pola Pengasuhan Anak Secara Tradisional Daerah Jawa Tengah yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1989 ini banyak mengulasnya. Penyususan karya tulis ini mengambil sampel di Dukuh Belik Kelurahan Temurejo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora.
Di buku tersebut, banyak diulas tentang pola asuh anak, mulai cara makan, cara minum, cara interaksi dengan kerabata atau tetangga, cara tidur dan istirahat, cara buang air dan bersih diri, bahkan hingga cara bermain dan beribadah.
Nah, mari kita bahas bagian kecil dari buku tersebut. Yakni tentang pola asuh makan dan minum di keluarga jawa, yakni era tahun 1980 an sebagaimana waktu penelitian dilakukan.
Mungkin, aturan makan ini masih banyak dilakukan oleh keluarga jawa dalam mengasuh anak. Namun, keluarga jawa yang modern mungkin sudah tak menerapkannya secara kaku. Apa saja aturannya?
1. Sebelum makan, anak diharuskan mencuci tangan.
Anak-anak pasti suka bermain. Dan terkadang, di tengah-tengah bermain, sudah waktunya makan. Anak harus mencuci tangan terlebih dahulu, meski tangan dirasakan tidak kotor. Ini dianjurkan agar sebelum makan tangannya bersih.
Umumnya, anak yang masih berusia di bawah 5 tahun, maka nasi beserta lauk-pauknya tidak diambil sendiri. Melainkan masih dibantu/diambilkan oleh orang tuanya atau saudara-saudaranya yang sudah besar.
2. Selama makan anak-anak harus berada di tempat.
Artinya si anak tidak boleh makan sambil berjalan-jalan. Tetapi bagi anak yang masih di bawah usia
balita dikecualikan. Karena anak seusia ini masih disuapi oleh orang tuanya dan agar ia mau makan kadang-kadang si anak sambil bermain-main.
Tapi jika anak yang sudah agak besar, anak harus mengetahui tata cara makan dengan sopan
3. Makan jangan di depan pintu
Jika anak makan di depan pintu, maka orang tua akan menegur supaya tidak diulangi lagi. Cara menegur juga unik, yakni dengan kata-kata ‘ora ilok mangan ning ngarep lawang’. Artinya: tidak bail makan di depan pintu.
Hal ini dimaksudkan dengan makan sambil duduk di pintu itu secara tidak langsung akan mengganggu atau menghalangi orang lain yang ingin keluar-masuk rumah. Jadi makan di depan pintu dinilai kurang sopan.
4. Anak makan dilarang nyangga piring
Tata cara makan yang diajarkan orang tua kepada anak, diantaranya tidak boleh makan dengan cara nyangga piring. Atau menaruh piring di atas telapak tangan sebelah kiri. Hal ini dikandung maksud agar supaya piring tersebut tidak jatuh kemudian pecah.
5. Anak harus menghabiskan nasi
Anak harus menghabiskan nasi di piring. Jika tidak, anak akan ditegur dengan kata-kata: Ayo segane dientekake, mengko mundak pitike dho mati. Artinya: ayo nasinya dihabiskan, nanti kalau tidak dihabiskan ayamnya sama mati.
Makna filosofi dari teguran itu adalah karena untuk mendapatkan nasi tersebut tidaklah mudah. Jadi harus membeli atau menanam sendiri yang tentunya membutuhkan waktu agak lama.
Oleh sebab itu, jika si anak tidak mau menghabiskan maka sisa nasi tersebut akan dibuang. Sehingga tentu saja ada rasa sayang dan menghargai jerih payah mencari nafkah.
6. Sewaktu makan, anak dilarang bicara
Sewaktu makan si anak harus diam. Tidak boleh sambil bercakap-cakap atau berkata-kata. Makna filosofinya, kalau sewaktu makan terus ngomong, maka dikhawatirkan akan
tersedak dan berbahaya bagi kesehatan.