Penulis: Kajar Alit Djati
Angling Dharma merupakan cerita yang sangat populer. Hingga beberapa film mengadopsi cerita ini. Sosok Angling Dharma banyak diteliti oleh para ahli. Dan sejumlah daerah, terutama Bojonegoro (Jawa Timur) dan Pati (Jawa Tengah) mengklaim sebagai daerah bekas kerajaan Malowopati.
Dikisahkan, Angling Dharma adalah titisan Batara Wisnu, dilahirkan dari rahim Pramesti, putri Jayabaya Raja Gendrayana, yang merupakan cucu Yudayana, dam cicit Parikesit. Parikesit adalah putra dari Abimanyu, dan cucu dari Arjuna.
Salah satu kisah yang populer adalah kisah cinta Angling Dharma dengan istrinya, Satyawati. Namun, ada kisah cinta lain yang juga tak kalah menarik. Yakni kisah cinta Angling Dharma dengan Dyah Dursilawati.
Dalam buku ‘Kidung Angling Darma: Transliterasi dan Terjemahan Teks’ yang dilakukan oleh I Made Subandia dan I Made Sudiarga, kisah Angling Dharma dan Dyah Dursilawati banyak diungkap. Buku ini diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta tahun 1996.
Dalam pengantar buku ini disebutkan bahwa Kidung Angling Darma adalah karya sastra lisan Bali tradisonal berbentuk puisi. Naskah diterjemahkan dari huruf Bali ke dalam huruf latin. Buku ini cukup tebal, namun saya mencoba menghadirkan bagian kecil saja dari keseluruhan cerita, yakni sebatas kisah cinta Angling Dharma dan Dyah Dursilawati.
Pertemuan dengan Dyah Dursilawati
Kisah cinta Angling Dharma dan Dyah Dursilawati merupakan sebuah kisah yang dipenuhi dengan elemen keajaiban, pengorbanan, dan keberanian. Dalam kerajaan Malawapati, Angling Dharma dikenal sebagai seorang raja yang sakti, bijaksana dan dicintai oleh rakyatnya.
Dalam suatu perjalanannya, Angling Dharma bertemu dengan Dyah Dursilawati, putri dari Raja Basunonda. Saat itu, Dyah Dursilawati sedang sakit, dan harapan untuk sembuh tampak tipis. Ia putus asa. Namun, dengan keajaiban yang dimilikinya, Angling Dharma berhasil menyembuhkan putri tersebut. Kecantikan hati Dursilawati memukau Angling Dharma, dan dari situlah benih-benih cinta di antara keduanya mulai tumbuh.
Pengorbanan dan Cinta Sejati
Setelah pernikahan yang bahagia, Angling Dharma merasa kewajibannya untuk melanjutkan perjalanannya. Namun, Dyah Dursilawati yang hamil tidak ingin ditinggalkan. Mereka memutuskan untuk pergi bersama-sama, diiringi oleh para prajurit dan dijaga oleh patih Batik Madrin. Petualangan mereka membawa mereka ke dalam hutan yang penuh misteri.
Di bawah pohon beringin yang rindang, Dyah Dursilawati menginginkan buah ental yang segar. Ia meminta Batik Madrin untuk mengambilkannya, namun Batik Madrin mengaku tidak bisa memanjat pohon. Angling Dharma dengan keajaibannya berhasil memetik buah itu. Jiwanya masuk ke burung merak yang kemudian terbang untuk mengambil ental. Namun, saat raganya ditinggalkan, Batik Madrin secara diam-diam memasuki tubuh Angling Dharma.
Ujian Cinta dan Keberanian
Akibat dari kejadian itu, tubuh Angling Dharma yang dijiwai oleh Batik Madrin tiba-tiba bangkit dan mulai merayu Dyah Dursilawati. Sementara itu, burung merak yang dijiwai oleh Angling Dharma masih memetik buah ental. Dan ketika burung merak menyadari bahwa tubuh aslinya telah dijiwai oleh Batik Madrin, Angling Dharma marah. Dan terjadilah pertarungan sengit.
Dyah Dursilawati akhirnya bisa pulang ke istana dan bercerita kepada bapaknya, Raja Basunonda. Dyah Dursilawati kembali ke istana dan menyampaikan kisah sebenarnya.
Singkat cerita, Angling Dharma kembali bisa memasuki tubuhnya saat Batik Madrin memamerkan kambingnya yang sakti, yang sebenarnya dijiwai oleh Batik Madrin sendiri. Saat itulah Angling Dharma kembali ke tubuhnya yang asli.
Kesimpulan
Kisah cinta Angling Dharma dan Dyah Dursilawati menunjukkan tentang keajaiban cinta sejati dan pengorbanan. Mereka melewati berbagai ujian dengan keberanian dan kesetiaan yang luar biasa. Kisah ini tetap menginspirasi banyak orang hingga hari ini
TONTON CHANEL PUSTAKASUARA