Penulis: Kajar Djati
Kendaraan dinas Kijang kotak keluaran pabrikan tahun sekitar 1980 disiapkan. Tiga orang siap berangkat. Beberapa peralatan tak lupa dibawa, seperti proyektor merek elmo, dan perangkat layar lebar. Jarum jam menunjukkan pukul 11.00. Matahari sedang panas-panasnya.
Tiga orang tersebut adalah kru film dari Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom) Kabupaten Bojonegoro. Hampir setiap minggu, dua kali Kru Film Infokom ‘touring’ ke desa-desa untuk memutar film. Kedatangan mereka sangat ditunggu warga, karena film layar tancap Infokom menjadi hiburan tersendiri bagi warga.
Sepenggal cerita itu diungkapkan Gatot Sugiantoro (55) awal November 2023 lalu. Gatot merupakan salah satu dari tiga kru film Infokom tersebut. Dua rekannya adalah Iksan (sudah purnatugas) dan Nardi (almarhum). Sambil nyruput kopi cangkir, Gatot sangat senang berbagi cerita pengalamannya menjadi bagian kru film infokom.
“Film yang diputar itu ya biasanya film-film Bary Prima dan Rhoma Irama,” katanya.
Gatot sudah agak lupa kapan pertama kali mengikuti perjalanan kru film Infokom ke pelosok desa. Seingat dia, tahun 2004, ketika kantor Infokom masih berada di Jalan Ahmad Yani Bojonegoro, dirinya sudah bergabung di kru film.
“Dulu punya proyektor merek elmo 2 unit. Satu dipakai, satunya lagi untuk serep,” terangnya.
Kegiatan layar tancap ini, menurut sejumlah catatan, sudah dilakukan pemerintah sejak era Orde Baru. Saat itu, lembaga pemerintah yang menaungi bernama Departemen Penerangan. Pada era Presiden Abdurrahman Wahid, Depen ini dihapus. Lalu berubah nama menjadi Infokom. Di perjalanannya, berubah lagi menjadi Kominfo (Komunikasi dan Informatika).
Meski nama berubah, tapi pemutaran film di desa-desa terus dilakukan. Hal itu sebagai sarana hiburan sekaligus sosialilisasi program-program pemerintah. Tentang Keluarga Berencana (KB), tentang pertanian, dan sosialisasi bidang-bidang lain.
Gatot sendiri, kini masih bertugas sebagai ASN di Dinas Kominfo Kabupaten Bojonegoro. Menurut dia, program pemutaran film ini berakhir sekitar tahun 2011. “Sebelum itu, kita terus keliling ke desa-desa untuk memutar film. Jam tiga sore, kita sudah siap di lapangan desa,” terangnya.
Menjadi bagian dari kru film Infokom, bagi Gatot meninggalkan kesan mendalam. Ada suka ada duka. Yang pasti, kebersamaan dalam tim dalam waktu lama menjadi hal yang tak terlupakan. Apalagi, mereka selalu menginap di desa di mana digelar pemutaran film.
Semisal pemutaran film di Desa Wiyono Kecamatan Sekar, yang jaraknya lebih dari 50 km dari pusat kota, tim harus berangkat sekitar pukul 11 siang. Perjalanan menggunakan kijang kotak butuh waktu sekitar empat jam.
Oh ya jangan dibayangkan akses jalan Bojonegoro ke Sekar seperti saat ini. Karena akses menuju Desa Wiyono masih sangat sulit. Ada beberapa sungai yang harus dilewati dan tidak ada jembatannya. Sehingga, mobil memerlukan waktu lebih lama untuk bisa sampai ke lokasi.
“Pas ke Sekar, kalau hujan turun, kita harus nunggu air sungai surut, dan mobil bisa jalan. Jika enggak, ya enggak bisa lewat,” kisahnya.
Menjadi kru film Infokom saat itu, tak sekedar menjalankan tugas. Tapi banyak cerita-cerita mengiringi. Diantaranya, bagaimana harus mencari air untuk mandi jika kegiatan di puncak musim kemarau. Gatot sudah biasa mencari belik atau sumber air kecil di sungai untuk sekedar bisa mandi. Bahkan terkadang jika tidak ada air, kru tidak mandi.
Ketika jadwal pemutaran film Infokom, warga desa sudah berdatangan di lapangan desa sejak sore. Penjual aneka makanan dan minuman sudah menggelar dagangannya. Anak-anak kecil sudah berdatangan. Suasana begitu ramai, mirip pasar malam saat ini.
Pemutaran film sendiri dimulai pukul 19.00 WIB, dan berlangsung hingga menjelang pagi. Suasana cukup ramai penuh keakraban.