Penulis: Kajar Djati
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang paling banyak memiliki varian. Bahasa jawa Suroboyoan agak berbeda dengan bahasa jawa wilayah Surakarta atau Yogyakarta, dan akan beda lagi dengan bahasa jawa Tegal, dan seterusnya dan seterusnya.
Tak terkecuali bahasa jawa yang digunakan masyarakat Bojonegoro. Ada yang menggunakan istilah bahasa jawa Jonegoroan, Bojonegaran, atau Bojonegoroan. Semua istilah merujuk pada penyebutan bagaimana bahasa jawa dipraktikkan di Bojonegoro. Hal ini untuk membedakan bahasa jawa Bojonegoro dengan bahasa jawa di luar Bojonegoro.
Secara sederhana, bahasa jawa Bojonegoroan merupakan salah satu dialek bahasa Jawa, dituturkan di daerah Kabupaten Bojonegoro dan sekitarnya.
M Yusuf Purwanto, pegiat Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB) menulis artikel cukup menarik di Radar Bojonegoro edisi 27 Desember 2021. Menurut dia, dialek Bojonegoro secara umum dituturkan di wilayah Bojonegoro, Kabupaten Tuban dan sebagian wilayah di provinsi Jawa Tengah, antara lain Blora, Rembang, dan Pati.
Dialek Bojonegaran (M Yusuf menggunakan istilah Bojonegaran) ini juga digunakan masyarakat Samin (pengikut Surosentiko) yang tersebar di Kabupaten Bojonegoro, Blora, Tuban, dan Pati.
Beberapa contoh istilah khas Bojonegoro, misalnya dalam percakapan sehari-hari: “Ndak iya lèh! artinya sama dengan: masak iya sih”. “Piye lèh! diartikan bagaimana sih!. “Kok ogak mulèh-mulèh” sama dengan Kok tidak pulang-pulang. Dan sebagainya.
Ciri khas dialek Bojonegaran, lanjut dia, adalah digunakannya akhiran ‘em’ atau ‘nem’ (dengan e pepet) menggantikan akhiran mu dalam bahasa Jawa untuk menyatakan kata ganti posesif.
Contohnya: “Iki bukunem?” yang dalam bahasa Indonesia berarti iki bukumu?.
Kajian Dialektologis Bahasa Jawa Bojonegoro
Ada satu buku yang cukup menarik membahas tentang bahasa jawa di Bojonegoro. Buku tersebut berjudul ‘Bahasa Jawa di Kabupaten Bojonegoro (Kajian Dialektologis)’ yang ditulis oleh Puspa Ruriana dan diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, 2013.
Buku ini merupakan hasil penelitian dengan menggunakan teori dialektologis. Ada lima daerah pengamatan (DP). Yakni DP 1 Desa Geneng Kecamatan Margomulyo, DP 2 Desa Dengok Kecamatan Padangan, DP 3 Desa Pagerwesi Kecamatan Trucuk, DP 4 Desa Drajat Kecamatan Baureno, DP 5 Desa Puguhrejo Kecamatan Gondang.
Hasilnya, ada tiga subdialek bahasa jawa di Kabupaten Bojonegoro. Yakni subdialek Margomulyo-Padangan, subdialek Trucuk, dan subdialek Baureno-Gondang.
Subdialek Margomulyo-Padangan artinya digunakan oleh masyarakat DP 1 dan 2, yakni di Kecamatan Margomulyo, Padangan dan sekitarnya. Bahasa jawa di DP 1 dan 2 ini mempunyai kemiripan dengan bahasa jawa Solo, karena secara geografis berdekatan dengan Jawa Tengah.
Sedang di DP 3 (Trucuk), berbeda dari DP-DP lainnya. Ada kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa jawa Pantura, karena berbatasan dengan Tuban. Sedang DP 4 dan 5 ada kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa Lamongan, Surabaya. Subdialek ini disebut Baureno-Gondang.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, ada tiga subdialek bahasa Jonegoroan. Yakni pertama, dialek Solo/Surakarta karena lokasinya yang dekat dengan Solo, seperti kawasan Margomulyo hingga Padangan.
Kedua, subdialek Trucuk yang dipengaruhi bahasa Tuban. Ketiga, subdialek Baureno-Gondang. Lokasi Baureno dan Gondang memang jauh, namun keduanya ternyata memiliki kemiripan dialek. Yakni lebih dekat dengan bahasa jawa Suroboyoan.